Senin, 25 April 2011

Super Junior KRY-FLY (Original Soundtrack Super Star K3)



Udah tahu kan ini MV apa? ini MV Fly buat soundtrack Superstar K3, sebuah acara di M.Net

satu pertanyaan yaa, kenapa pas beberapa menit sebelum ending Kyu gak adaaa??
bisa diperhatiin menit terakhir yang main keyboard bukan Kyuhyun lagi, malah orang lain. Kemana Kyuhyun??

oh, setelah saya baca di beberapa blog, ternyata MV Fly ini dibuat beberapa hari setelah Kyuhyun mengalami kecelakaan (masih inget kan? Twitter semper gempar dan bikin hastag #getwellsoonkyu atau sejenisnya?)

saya pikir, pantes aja Kyuhyun nggak tampil banyak, harap dimaklumi. Tapi mungkin para fans, agak kecewa juga yaa karena Kyu nggak selalu kelihatan.Meskipun abis kecelakaan, bisa diliat kan Kyuhyun nggak nampilin wajah-wajah yang kurang sehat, terlihat segar bugar (?) tapi agak pucet juga sih ._.v (penulis nggak konsisten)

Walaupun Kyuhyun nggak terlalu sering disorot jadi nggak keliatan wajah gantengnya (?), tapi Yesung sama Ryeowook nggak kalah ganteng kok, apalagi Yesung. Penulis hampir banting sentir jadi demen sama Yesung (?). Yesungnya ganteng pake jas putih yang tangannya digulung sampe siku, haha... cukup, prim...

ayo,ayo yang belum lihat, silahkan dilihat videonya...

Minggu, 24 April 2011

The Story of Us:Part 4

Part 4: Semua Telah Berubah

Ruang Makan

“Eh, Via mana sih? Kok tumben dia nggak keluar buat makan malam? Biasanya dia yang paling nafsu kalo soal makan…”

“Eh, iya juga ya,”

Di meja yang tak jauh dari tempat gadis-gadis itu mengobrol dan bertanya tentang Sivia, Ify memakan makanannya dengan malas sambil mendengar sedikit-sedikit obrolan mereka. Acha yang berada di sebelahnya memandang Ify dengan heran. Ini anak satu kenapa, batinnya.

“Fy? Lo kenapa? Kok lo lemes begini? Belum ketemu Kak Alvin? Besok disekolah juga ketemu,” celetuk Acha sambil cengengesan. Ify hanya tersenyum tipis tak sampai lima detik, setelah itu memandang makanannya lagi yang masih banyak memenuhi piringnya.

“Elah, gue heran deh. Sebenernya hari ini ada apaan sih? Pertama, Kak Via tiba-tiba nggak keluar kamar malam ini. Kedua, lo yang biasanya kalo makan bisa nambah dua piring jadi nggak nafsu makan malah cuma main-mainin sendok doang, lo sama Kak Via itu kenapa, Fy?” tanya Acha.

“Oiya, ngomong-ngomong tadi gue liat Kak Via abis maghrib jalan di lorong asrama dengan mata bengkak, menurut lo kenapa, Fy?” tambah Acha.

Tiba-tiba Ify bangkit dari duduknya. Acha pun tersentak begitu melihat reaksi Ify yang tiba-tiba berdiri dan mau pergi dari ruang makan.

“Lo mau kemana?”

“Gue mau ke kamar duluan, Cha. Gue capek, mau tidur,” jawab Ify. Ify berjalan dengan cepat keluar dari ruang makan dan segera menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Ify menutup pintu secara perlahan dan kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Otaknya terlalu lelah untuk memikirkan apa yang sudah terjadi tadi sore antara dirinya, Alvin, juga Sivia.

‘Ini salah gue…’ batin Ify. Ify menyalahkan dirinya sendiri, merasa bahwa dia adalah pelaku yang telah merusak hubungan persahabatan Alvin dan Sivia.

Suara lembut Taylor Swift yang berasal dari ponselnya berbunyi, pertanda bahwa ada sebuah panggilan masuk di ponselnya. Ify bangun dari tidurnya dan mengambil ponsel. Nomor siapa nih? Pikirnya. Sebuah nomor yang tak dikenal meneleponnya.

“Halo?”

“Ify?”

Jantungnya berdetak kencang begitu mendengar suara sang penelepon. Itu adalah suara Alvin.

“Kak Alvin? Kakak tahu darimana nomor gue?”

“Apa gunanya kakak lo yang ganteng itu kalo nggak punya nomor adiknya sendiri?”

Ify tertawa kecil. Ternyata Alvin bisa juga membuat sebuah joke yang bisa menenangkan pikiran Ify.

“Kak…”

“Ya?”

“Maafin gue, ya…”

“Maaf buat apa?”

“Gara-gara gue, lo sama Kak Via…”

“Ya, ampun, Fy! Ini udah yang kedua kalinya lo minta maaf sama gue, lo nggak perlu minta maaf, tenang aja, nggak usah dipikirin, sekarang lo tidur aja ya, supaya besok nggak kesiangan,”

“Iya, Kak. Makasih ya, Kak…”

“Sampai ketemu besok, Fy,”

Ify menekan keypad berwarna merah untuk mengakhiri pembicaraan. Seulas senyum terlihat di wajahnya. Perasaannya sudah sedikit lega begitu mendengar suara Alvin. Ify kembali berbaring ditempat tidur dan menarik selimutnya. Ify akan tidur nyenyak malam ini.

*

Asrama Laki-laki

“Rio! Bangun! Udah siang! Ntar lo telat, Yo!” seru Alvin yang sedang berusaha untuk membangunkannya.

Bukannya bangun, Rio malah semakin menarik selimutnya keatas sampai-sampai menutup kepalanya. Alvin melengos, ia segera menggoyang-goyangkan tubuh Rio supaya cepat bangun.

“Rio! Jangan ngerepotin gue!!”

BUGH!!

Tiba-tiba Rio memukul wajah Alvin dengan kepalan tangannya dengan mata tertutup, tepatnya sambil mengigau. Pukulan itu tepat mengenai hidung Alvin, sehingga hidung Alvin menjadi merah.

“Kampret lo, Yo! Kalo lo telat, gue nggak mau tahu! Gue duluan!!” Alvin segera mengambil tas dan blazernya, kemudian pergi keluar kamar.

Satu jam kemudian…tepat pukul tujuh, Rio baru membuka matanya dan bangkit dari tidurnya. Rio menggaruk-garuk kepalanya sambil memandang ke sekeliling kamar. Tempat tidur Alvin sudah rapi, dan pemiliknya sudah hilang entah kemana. Ah, mungkin dikamar mandi, pikirnya. Tapi tidak terdengar suara gemercik air yang keluar dari shower, itu berarti tidak ada siapa-siapa di kamar mandi. Rio mengambil jam wekernya melihat angka berapa yang ditunjukkan oleh jam weker. Jam weker itu menunjukkan jarum pendek berada di angka tujuh dan jarum panjang di angka dua belas. Mata Rio langsung melotot.

“HAH!!! GUE TELAAT!!!” Teriaknya. Rio langsung loncat dan segera pergi kekamar mandi hanya untuk gosok gigi, karena ia tidak punya waktu yang cukup untuk mandi.

Setelah selesai bersiap-siap, tanpa memperdulikan tempat tidurnya yang masih berantakan, Rio langsung pergi menuju sekolah.

*

Gerbang sekolah

Gerbang sekolah sudah terkunci rapat. Itu artinya, semua siswa yang telat datang, sekalipun hanya telat semenit, tidak boleh masuk ke dalam sekolah, mereka harus kembali lagi ke asrama. Rio berdiri tepat di depan gerbang sambil memandang sekolah dengan tatapan kecewa.

“Pak! Bukain dong, Pak!!” teriak Rio dari luar.

Pak Ruslan, satpam yang sudah bekerja selama lima tahun di SMA Veritas itu keluar dari pos jaganya dan melihat Rio dengan tatapan kesal sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang.

“Mas Rio kan udah tahu sendiri kalo telat, gerbang nggak boleh dibuka buat siswa yang telat!! Udah, Mas Rio pulang ke asrama aja!!” suruh Pak Ruslan.

“Yah, Pak. Plis, Pak bukain…Bapak tahu, kan saya ini anaknya…”

“Anaknya pemilik yayasan ini yang sekaligus kepala SMA Veritas, kan? Bapak udah tahu sebelum Mas Rio masuk ke SMA Veritas. Mas Rio perlu tahu, waktu itu Papa Mas Rio ngomong sama saya, kalo Mas Rio atau Mbak Ify telat jangan dikasih hak istimewa, keenakkan katanya, jadi saya nggak bukain gerbang, maaf ya, Mas!” Pak Ruslan kembali kedalam posnya.

“Ah, Papa nih!!” decak Rio.

“Yah, tuh kan gue telat!!!”

Rio menoleh kesamping, Sivia juga telat masuk sekolah!

“PAK RUSLAAAN!! BUKAAA DONG PAAAK!!!” Teriak Sivia dengan suaranya yang menggelegar.

“Aduuh, Mbak Viaaa!! Ini bukan hutan, Mbak!! Jangan teriak keras-keras, semua lagi pada belajar!” seru Pak Ruslan.

“Pak, tolong, Pak! Bukaa…” pinta Sivia.

“Nggak bisa, Mbak. Maaf ya, Mbak!”

Rio melirik Sivia sambil menahan tawa. Baru kali ini Rio melihat Sivia dengan tampang memelas memohon-mohon pada Pak Ruslan untuk meminta gerbang dibuka. Sivia langsung menatap Rio dengan tatapan menyeramkan.

“APA LO LIAT-LIAT!!” Rio terlonjak kaget.

“Eh, biasa aja kali teriaknya! Lo itu abis nelen toa ato mic sih? Suara lo bombatis banget!” seru Rio.

“Bukan urusan lo, jelek!”

Mereka masih berdiri di depan gerbang dengan keadaan diam tanpa suara.

“Vi…”

“Apa?”

“Gue laper…”

“Apa urusannya sama gue? emangnya gue gudang logistik?”

“Yee, gue kan cuma ngomong! Hmm…temenin gue makan, yuk!” ajak Rio. Sivia memandang Rio heran.

“Apaan?”

“Temenin gue makan, ayo!!” Rio langsung menarik tangan Sivia dan membawanya pergi. Sivia merasakan ada perasaan nyaman dan sangat hangat saat Rio menggenggam tangannya.  Tiba-tiba Sivia salting begitu melihat tangannya digenggam oleh Rio.

‘Ah gue kenapa jadi salting kayak gini? Udahlah nggak usah dipikirin!’

Rio mengambil motornya yang terparkir di sebuah lapangan parkir milik asrama laki-laki Veritas.

“Nih, pake!” Rio memberikan sebuah helm pada Sivia.

“Kita mau kemana?” tanya Sivia.

“Ntar juga lo tahu! Lo ikut aja sama gue!”

Sivia memakai helmnya dengan paksa. Karena sepertinya helm itu terlalu kecil di kepala Sivia.

“Rio! Helmnya nggak muat di kepala gue!!” Sivia membuka helm yang tadi dipakainya dengan paksa.

“Ah, elah! Kepala lo gede amat sih kayak kepala doraemon!” ledek Rio. Sivia langsung menginjak kaki Rio dengan keras.

“Anjrit!! Sakit!!” ringisnya sambil memegang kaki yang baru saja diinjak Sivia.

“Sini deh, lo pake helm gue!” Rio memakaikan helmnya pada kepala Sivia. Wajah Sivia langsung memerah begitu melihat Rio yang sedang memakaikan helm padanya.

“Muka lo kenapa merah?”

“Ah! Bacot! Nggak usah liat-liat lo!!”

“Kalo cara ngomong lo kayak preman gitu mana ada yang mau sama lo!” seru Rio sambil menyalakan mesin motornya.

“Cepetan naik!!” tambahnya.

Sivia langsung naik ke motor Rio, kemudian motor itu melesat pergi menuju tempat yang mereka tuju.

*

Kantin

Jam istirahat para murid SMA Veritas mulai memenuhi kantin, kantin tersebut seakan-akan seperti sebuah pasar tradisional yang dipenuhi oleh ibu-ibu karena banyaknya murid yang berada di area tersebut.

Ify melihat ke sekeliling kantin, tapi orang yang dicarinya itu tidak tampak sama sekali. Hari ini, padahal Ify sudah berencana untuk meminta maaf pada orang tersebut.

“Hayo lo! Ketauan lo ya nyariin Kak Alvin!!” seru Acha yang tiba-tiba mendorong punggungnya.

“Apaan sih, Cha? Gue bukan nyari Kak Alvin!” sanggahnya.

“Terus nyari siapa?”

“Lo nggak perlu tahu!”

“Ish, jutek banget lo, Fy!” keluh Acha sambil memanyunkan bibir.

“Si Ify kenapa tuh, Cha?” tanya Ray yang baru saja datang dan duduk disamping Acha.

“Tahu, tuh!”

“Eh, Ray! jauh-jauh lo dari Acha! Cuma gue yang boleh duduk di samping dia!” seru Ozy.

“Apaan sih lo, Zy!? Terserah lo deh!” Ray pindah duduk disamping Ify.

“Apa lo deket-deket gue!!” bentak Acha.

“Yah, masa gue nggak boleh sih deket sama calon pacar?” tanya Ozy dengan nada sok imut.

“Siapa yang mau jadi pacar lo! Pacaran sana sama tembok!!”

“Hei, kayaknya rame banget disini…” Ify menoleh, Alvin sudah berdiri depan meja mereka sambil tersenyum.

“Eh, ada Kak Alvin…” kata Acha sambil cengengesan.

“Hmm…gue boleh minta waktu buat ngobrol berdua sama Ify?” tanya Alvin.

“Kak Alvin mau nembak Ify??” tanya Ozy dengan polos. Acha dan Ray langsung menoyor kepala Ozy.

“Asal ngomong aja lo, Zy!! Ayo, pergi! Kita bertiga pindah tempat ya, Kak!” seru Ray sambil menarik Ozy, diikuti oleh Acha.

Alvin duduk didepan Ify sambil memandangnya. Ify sedang menggigit bibir sambil menatap kesekeliling kantin dengan wajah kecewa.

“Lo nyari Via?” tanya Alvin. Ify mengangguk pelan.

“Via nggak masuk,”

“Beneran, Kak?” tanya Ify.

“Iya, tadi gue kekelasnya terus nanya sama temennya, Via nggak masuk,” jawab Alvin.

“Padahal gue mau minta maaf sama Kak Via, sumpah, Kak gue ngerasa bersalah banget sama Kak Via…” keluh Ify sambil menutup wajahnya.

“Lo keras kepala banget ya, Fy. Kan udah gue bilang nggak usah dipikirin, lo masih aja tetep mau minta maaf,”

“Meskipun lo bilang nggak papa, tetep aja gue ngerasa bersalah, gue ngerasa kalo gue itu parasit diantara kalian berdua yang udah ngerusak hubungan kalian berdua,” tutur Ify. Alvin tersenyum.

“Jangan anggep diri lo parasit, emangnya lo bakteri?” celetuk Alvin.

“Kak, jangan bercanda dong! Gue lagi nggak mau bercanda!”

“Siapa yang bercanda? Gue nggak bercanda! Lo jangan anggep diri lo parasit, belum tentu orang-orang disekitar lo itu menganggap lo parasit kan?” Ify terdiam.

“Kalo emang lo bener-bener mau minta maaf sama Via, gue temenin…”

“Nggak usah, Kak. Gue mau minta maaf sendiri, gue bisa sendiri, kok,”

“Oke kalo itu mau lo,”

“Ngomong-ngomong Kak Rio kemana? Kok nggak keliatan?” tanya Ify.

“Telat, dia udah gue bangunin, tapi nggak bangun-bangun!”

“Dasar kebo!” keluh Ify sambil tertawa. Alvin menatap Ify dengan senyum mengembang dibibirnya.

“Kak, kenapa ngeliatin gue terus?” tanya Ify salting.

“Gue seneng akhirnya lo ketawa lagi, kemarin kan sejak Via marah sampe tadi lo murung mulu,” jawab Alvin.

“Kak Alvin sumpah gue salting banget!! Maluu!!!” seru Ify sambil menutup wajahnya yang merah. Alvin tertawa lepas.

“Oya, nanti pulang sekolah mau nggak gue traktir eskrim?”

*

Café

Mulut Rio terbuka secara perlahan melihat gadis yang ada didepannya saat ini. Gadis itu –Sivia- sudah menghabiskan dua piring makanannya dengan cepat.

“Yo, gue pesen satu piring lagi ya!”

“Heh! Cewek macem apa lo?? Cantik-cantik nafsu makannya kayak gajah nggak dikasih makan dua hari!”

“Bacot lo, Yo! Gue mau nambah lagi, lo yang bayar kan?”

Rio mengambil dompetnya dan melihat apa yang di dalamnya. Uangnya mungkin tidak cukup untuk membayar makanannya, tapi dia masih bisa sedikit bernapas lega. Kartu kredit yang diberi Papanya bisa menjamin dirinya dan Sivia tidak akan mencuci piring di dapur café ini.

“Vi…gue mau nanya dong,”

“Nanya apaan?” tanya Sivia dengan makanan yang masih penuh dimulutnya.

“Jorok lo! Kunyah dulu, baru ngomong!!” seru Rio.

“Lo kan nanya! Makanya gue jawab!”

“Kemaren lo nangis kenapa?” tanya Rio. Sivia menghentikan kunyahannya dan menatap Rio.

“Lo nggak perlu tahu, Yo…”

“Vi, gue rasa masalah lo itu udah jadi beban di hati lo, lo nggak mau kan kalo masalah lo itu jadi berat karena lo pendam sendiri kan? Apa gunanya orang-orang yang disekitar lo? Mereka ada buat lo dan mendengar semua cerita lo…”

“Lo beneran mau tahu?”

“Kalo itu bisa ngebuat pikiran lo jadi lebih tenang, gue siap ngedengerin kok,”

Sivia menghela napas dan memulai ceritanya tentang pertengkaranya dengan Alvin dan Ify. Rio mendengarnya dengan serius.

“Gue…bukannya ngebela Alvin karena Alvin sohib gue, tapi…Alvin bener, Vi. Nggak selamanya seseorang menemani sahabatnya terus, dia juga punya kehidupan sendiri, dan lo tahu kan orang yang ada disekitar Alvin nggak hanya lo doang, masih ada orang lain, contohnya gue dan Ify, mungkin saat itu hanya ada Ify, jadi lo jangan bersikap negatif sama Alvin…”

“Iya, gue tahu, Yo…gue udah nggak mikirin soal itu lagi, tapi…gue jealous, Yo! Gue jealous!” seru Sivia sambil menahan tangis. Rio terdiam. Jealous? Apa maksudnya jealous? Pikirnya.

“Jealous?”

“Iya, gue jealous ngeliat Ify deket sama Alvin, dan Alvin ngerasa nyaman banget disamping adik lo itu!”

“Lo…suka sama Alvin?” gumam Rio dengan nada pelan.

“Iya…gue suka sama Alvin…” jawab Sivia. Rio menghela napas panjang.

“Sampe sekarang?”

“Mungkin…”

“Kalo lo suka sama Alvin, lo bilang…daripada Alvin kesosor duluan sama yang lain, apalagi adik tiri gue itu, semangat, Vi! Sekarang lo jangan nangis lagi, ternyata singa gunung macem lo bisa nangis juga ya…” celetuk Rio sambil mengusap air mata Sivia dengan tissue.

“Ngelawak mulu lo ah, bisanya!!” sivia langsung tertawa. Rio tersenyum.

‘Sorry, Vi…gue nggak bilang kalo Alvin suka sama Ify…’

*

“Kak, thanks traktiran eskrimnya, apalagi gue sampe nambah, nggak enak nih gue sama lo, hehe…” ucap Ify.

“Nyantai, Fy…eskrim sih nggak papa, kalo makanan berat, gue bisa mencak-mencak kalo lo nambah, haha…”

“Kak Alvin, kalo misalnya Kak Via nggak mau maafin gue gimana?” tanya Ify.

“Lo jangan bersugesti kayak gitu ah, lo tenang aja, Via nggak sejahat itu kok,” kata Alvin.

“Gue harap sih gitu…jujur gue lebih suka ngeliat Kak Via yang mencak-mencak dan ngehukum gue nyuci baju daripada ngeliat dia marah dan nggak keluar dari kamar kayak kemaren malem,” gumam Ify. Alvin tertawa.

“Haha, bener juga sih…”

“Fy…”

“Ya?”

“Kalo lo butuh gue, gue siap nemenin lo kapanpun lo mau,” gumam Alvin.

“Meskipun itu tengah malem?”

“Iya gue belain bangun tengah malem, asalkan gue nggak liat lo kayak gini lagi…janji?” Alvin menunjukkan jari kelingkingnya. Ify tersenyum dan menautkan kelingkingnya di kelingking Alvin.

“Janji!” seru Ify.

“Kita pulang, yuk…udah sore,” ajak Alvin. Ify mengangguk.

*

“Yo, thanks banget buat lo hari ini. Lo udah nraktir gue, ngajak gue jalan-jalan, sama ngedengerin cerita gue, gue sedikit agak lega sekarang…”

“No problem, tapi…kapan-kapan gue nggak mau ajak lo makan lagi ya, limit ntar kartu kredit gue, haha…”

“Songong lo, Yo!” disaat Sivia tertawa, Sivia melihat Alvin dan Ify berjalan bersama menuju depan gedung asrama perempuan, tempat Sivia dan Rio berdiri.

“Kenapa, Vi?” Rio menoleh dan mendapati Ify dan Alvin sedang berjalan kearah mereka.

Sementara itu, Ify dan Alvin melihat Sivia dan Rio berada di depan gedung asrama perempuan.

“Fy? Sekarang?” tanya Alvin. Ify mengangguk.

Ify berlari menuju Sivia dan Rio. Ify langsung memegang tangan Sivia dan meminta maaf padanya.

“Kak Via…maafin gue ya…gue nggak bermaksud bikin lo marah dan bikin lo sama Kak Alvin berantem…”

Sivia langsung menarik tangannya dengan paksa. Begitu melihat wajah Ify yang memohon-mohon, rasa kesal Sivia muncul kembali  karena teringat lagi dengan kejadian kemarin.

“Jangan sentuh gue! gue…benci banget sama lo, Fy!” seru Sivia.

“Via!! Ify udah minta maaf sama lo!” seru Alvin sambil memegang bahu kecil Ify.

“Apa? lo mau belain Ify? Itu yang paling gue benci dari lo, Vin! Lo terlalu memihak pada Ify! Lo itu sekarang berubah, Vin! Sejak ada Ify, lo berubah!!”

Rio hanya diam saja melihat perseteruan Alvin dan Sivia. Karena suara mereka yang terdengar sangat kencang, semua murid berlari menuju tempat kejadian dan menonton mereka berempat dengan penasaran.

“Vin, Rio udah nyadarin gue kalo gue emang terlampau egois, gue akuin gue egois karena gue terlalu ngatur-ngatur hidup lo yang notabene adalah ‘sahabat’ gue. Tapi ada satu hal yang masih bikin gue kesel sama lo, gue kesel ngeliat lo deket sama Ify!! gue jealous, Vin!! Apa lo nggak sadar sama sekali? Gue itu suka sama lo! ” Tangis Sivia sudah tak tertahankan karena sudah terlalu sesak untuk ditahan.

“Lo suka sama gue? Maafin kalo selama ini gue nggak sadar, gue emang cowok paling bego karena gue nggak peka sama lo, tapi…sori, gue suka sama Ify, Vi…gue nggak bisa nerima perasaan lo…” gumam Alvin. Ify tertegun mendengarnya.

“Lo suka sama Ify?? Oke, sekarang terserah lo! Gue udah nggak peduli lagi!!” Sivia berlari meninggalkan mereka berempat dan murid-murid yang menonton.

“Lo semua apa-apaan sih disini! Cepetan pada balik ke dalem!” seru Rio. Terdengar sorak-sorai murid yang sedikit kecewa karena tontonan mereka sudah selesai.

“Yo…” panggil Alvin.

“Gue kejar Sivia dulu,” Rio berlari menyusul Sivia.

Alvin memandang bayangan Rio yang semakin lama semakin kabur. Kemudian Alvin melihat Ify yang mulai menangis.

“Fy…lo nggak papa, kan? maafin sikap Via, ya…”

“I…iya, nggak papa, Kak…tapi, tadi lo beneran? Lo suka sama gue?” tanya Ify sambil mencoba untuk berhenti menangis.

“Iya, gue suka sama lo…”

“Gue…makin nggak enak sama Kak Via, gue tahu pasti Kak Via sakit hati banget…” gumam Ify.

“Udahlah, nggak usah dipikirin, sekarang lo masuk aja kedalem, istirahat…besok gue tunggu didepan sini, kita berangkat bareng ke sekolah, ya?” Ify mengangguk.

“Makasih, Kak…”

“Sama-sama, Fy,”


*

“Via…” Rio melihat Sivia yang menangis di bawah pohon dengan tatapan sendu. Matanya merah dan sebentar lagi akan membengkak.

“Gue benci Alvin, Yo…gue benci…” seru Sivia sambil terisak-isak.

Rio berjongkok didepan Sivia sambil terus menatap kedua mata merah gadis itu. Tanpa pikir panjang lagi, Rio langsung memeluk Sivia dengan lembut. Rio menghela napas panjang dan kemudian kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.

“Vi…gue…suka sama lo…”


*




The Story of Us:Part 3

Part 3: Virus Merah Jambu

“Ya, Allah! Ganteng banget! Kyaaaa…!!”

Ify terus menerus mendengus kesal. Bagaimana tidak kesal? Saat ini Ify sedang mengerjakan tugas 50 soal matematika dari Bu Maria karena Ify termasuk kedalam murid yang terkena remedial. Sekarang ditambah lagi dengan tingkah laku Acha seperti orang stress, teriak-teriakan sambil senyam-senyum sendiri melihat VC Boyband Korea di Youtube.

“Achaa!! Jangan berisik dong! Gue kan lagi ngerjain tugas Matematika nih!” keluh Ify.

“Sori, Fy. Gimana gue gak berisik, abis keren banget banget cowoknya!”

“Lo pindah gih, Cha! Gue butuh konsentrasi!”

“Pindah kemana? Ogah ah, ntar ketauan Kak Via, laptop gue bisa diambil, lo aja Fy yang pindah, ya? Ya? Boleh kan? boleh dong…hehe,” rayu Acha.

“Tapi beliin gue permen Yupi sebungkus, deal gak?” tanya Ify sambil mengajak Acha berjabat tangan.

“Iya deh, daripada laptop gue diambil, deal!” Acha menjabat tangan Ify.

“Awas, ya! Gue tunggu besok!”

“Oke!”

Ify membereskan buku-bukunya dan membawanya pergi keluar. Ify pun pergi keruang santai yang berada tak jauh dari kamarnya. Kebetulan sekali tak ada orang, Ify menghempaskan badannya ke sofa, kemudian menyelesaikan tugas matematika yang belum terselesaikan.

“Ngapain lo disini?”

Ify mendongakkan kepalanya keatas. Sivia sudah berada di depannya sambil menaruh tangannya di pinggang.

“Gue lagi ngerjain tugas Matematika, kenapa?” tanya Ify.

“Nggak gue cuma nanya doang, oiya lo liat sendiri lantai disini pada kotor ntar kalo udah selesai sapuin,” perintah Sivia.

“Eh, Mbak, emang penghuni asrama ini cuma gue doang, yang laen kan masih ada, emang muka gue kayak pembantu apa? Sembarangan, ogah ah!” tolak Ify.

“Muka lo sih gak kayak pembantu, tapi jiwa lo jiwa pembantu, haha,” ledek Sivia sambil tertawa ngakak.

“Yeuh, songong lu, Kak! Muka lo tuh kayak serokan dirumah gue!” balas Ify.

“Kayak muka lo kagak mirip serokan aja! Pokoknya gue gak mau tahu, abis lo ngerjain tugas matematika, lo harus nyapuin ini lantai,” Sivia langsung pergi kekamarnya meninggalkan Ify.

Ify memeletkan lidah kearah Sivia, dan kemudian kembali meneruskan tugasnya yang masih tinggal sepuluh nomor lagi.

Setengah jam kemudian, tugaspun selesai. Ify langsung merentangkan badannya yang pegal karena terus membungkuk. Awalnya senang, tapi begitu ingat ia harus menyapu ruangan yang sekarang ia tempati, wajahnya kembali ditekuk dan terus menggerutu tidak jelas. Dengan kasar, Ify langsung menyambar sapu yang ditaruh di belakang pintu. Ify menyapu dengan malas-malasan dan sesuka hatinya. Untuk membuang kotoran yang telah disapu, Ify membuka pintu depan dan membuangnya keluar.

“Pst! Pst!”

Ify mendengar ada suatu suara, Ify menengok kemanapun tapi tidak ada orang. Paling sugesti doang, pikirnya. Ify meneruskan kegiatan menyapunya (?).

“Ipi!”

Ify menengok kearah samping, ternyata ada dua orang laki-laki yang tengah bersembunyi di semak-semak sedang melambai-lambaikan tangan kearah dirinya. Ify menaruh sapunya dan pergi melihat ke semak-semak.

“Ozy? Ngapain lo di asrama cewek? Mau ngintip ya? Kamar mandinya bukan disini, disono tuh kalo mau ngintip orang mandi!” cerocos Ify.

“Yee…asem lo, gue bukannya mau ngintipin orang mandi, gue mau kasih ini,” Ozy menyerah secarik surat untuknya.

“Apaan nih?” tanya Ify heran.

“Surat cinta,” jawab Ozy.

“Buat gue? Zy, sori gue udah punya gebetan, lagian lo kan sukanya sama Acha, ngapain kasih ke gue, ini gue balikin lagi, sekali maaf, bukannya gue…hmph!!”

Karena terlalu bawel, Ozy langsung menutup mulut Ify dengan paksa karena takut ketahuan oleh Sivia. Tiba-tiba Ify malah menjilat telapak tangan Ozy supaya Ozy membuka mulutnya.

“Anjrit! Jorok abis lo, Fy!! Mana bau lagi! Hiih…” Ozy langsung mengusapkan tangannya pada baju Ify.

“Tangan lo asin, Zy! Lo kasih garem? Ozy jangan meper ke baju gue ah!!”

“Makanya lo diem! Udah mana geer banget lagi!” keluh Ozy.

“Pokoknya ini bukan buat lo oke? Ini buat yayang gue tercintah!” tambahnya.

“Acha maksud lo?”

“Yoi, nih! Jangan lupa kasih ke Acha!” Ify mengambil suratnya dari tangan Ozy. Kemudian Ify mencium sesuatu dari suratnya, bau yang sangat menyengat hidungnya.

“Masya Allah! Nyengat banget baunya! Huweeek…bau apaan nih?”

“Ini bau parfumnya kakek gue, parfum turun temurun tuh, kata kakek gue tuh parfum bikin nenek gue kecantol, pas dipake bokap gue nyokap gue kecantol, dan sekarang diturunin ke gue, mudah-mudahan aja kecatol sama gue, haha,” tutur Ozy.

“Optimis amat lo, Zy. Gue yakin pas Acha nyium, nih surat langsung dia buang ke tong sampah, anjrit baunya kagak nahan!”

“Yeuh, kampret lo, Fy! Pokoknya kasih ke Acha, oke? Udah ye, gue balik dulu!”

“Zy, salamin buat Kak Alvin dong, hehe…”

“Ish, genit amat lo jadi cewek, iye iye ntar gue salamin!” Ozy langsung pergi meninggalkan asrama perempuan.

***

“Cha, nih buat lo!” Ify langsung melempar suratnya ke Acha yang masih asyik menonton VC Korea.

“Ih, bau apaan nih? Kayak bau ketek, bau ketek lo ya, Fy?” tanya Acha.

“Songong lo, Cha! Itu bau dari tuh surat!”

“Dari siapa deh?”

“Baca aja, ntar lo juga tahu,” kata Ify sambil menghempaskan badannya keatas tempat tidur.

Acha merobek amplop yang berbau menyengat itu dan mulai membaca tulisan yang ada di dalam surat.


Buat Neng Acha tercintah…

Neng Acha, kenapa sih Neng gak pernah nerima cinta Abang? Setiap hari Abang selalu memberikan cinta buat Neng, tapi Neng tolak begitu saja, hati Abang sakit Neng, sakit banget, serasa ditusuk jarum, cekit-cekit, cekit-cekit…

Tapi tau gak Neng? Neng tuh makin lama makin cantik deh, hati Abang yang tadinya cekit-cekit kayak Obat Mylanta, tiba-tiba berubah jadi kayak lagunya SM*SH Neng, hati Abang jadi cenat-cenut gitu ngeliat Neng,hehe…

Aduh daritadi Abang lebay banget deh ya, pokoknya Abang cuma mau bilang,

I LOVE YOU FULL

Lope-lope deh pokoknya hehe

Salam cenat-cenut

Bang Ozy


“Surat apaan nih! Dasar sedeng!” gerutu Acha sambil meremas-remas kertas tersebut dan melemparnya kebawah.

“Emang isinya apaan, Cha?” tanya Ify.

“Baca aja tuh!” seru Acha. Ify mengambil surat yang sudah dilempar Acha itu. Ketika Ify membacanya, tawa Ify langsung meledak.

“Anjrit! Si Oji lawak banget, ketularan virus SM*SH nih kayaknya, ada cenat-cenutnya segala, huahahaha,” Ify tertawa terpingkal-pingkal.

“Sinting!” umpat Acha.

“Cha, sumpah demi apapun gue ngakak baca ini surat, ampe sakit perut gue haha,”

“Udah ah, Fy!!” gerutu Acha.

“Terus ini surat mau diapain, Cha?”

“Buang aja!”

“Oke deh! Haha,”

“Ketawa lagi, mulut lo bakal gue sumpel pake bantal!” ancam Acha.

“Iya, iya, Cha! Piss lope and gaoel! Gue tidur ye, Cha! Baek-baek lo…”

Setelah membuang surat dari Ozy, Ify langsung menghempaskan badannya ke tempat tidur. Sebelum tidur Ify pun berdoa, dan kemudian langsung pergi ke alam mimpinya.

***


“Acha…jangan cemberut lagi doong, muka lo jelek tahu gak?” keluh Ify.

“Biarin!”

“Pasti gara-gara tuh surat ye?”

“Kalo bukan gara-gara itu apalagi, Ipii??”

“Senyum dong, Cha, gak lucu ah lo kayak gitu,”

“Emang gak lucu!”

“Ahelah ini anak,” gerutu Ify.

“Pagi, Fy!”

Mata Ify langsung berbinar-binar begitu melihat Alvin datang dari arah samping berjalan menghampirinya. Seperti biasa, Alvin menyunggingkan senyum manisnya.

“Pagi Kakak ganteeeng…hehe,” sapa Ify.

“Eh, mulut lo tuh keluar iler!”

Ify terbelalak dan mulai panik, Ify langsung mengambil kaca kecil dari tasnya dan bercermin. Ternyata…Ify dikibulin, Ify langsung menyipitkan mata pada Rio yang telah membohonginya.

“Kurang ajar lo, Kak!”

“Lagian pagi-pagi udah genit, dasar lo, Fy!” kata Rio.

“Itu temen lo kenapa, Fy? Kok daritadi bibirnya manyun mulu?” tanya Alvin sambil menunjuk kearah Acha.

“Lagi bête, Kak,” jawab Ify.

“Bete? Sama siapa?”

“Achaaa!!!”

Tiba-tiba terdengar suara yang sangat amat familiar bagi Ify memanggil Acha. Ify langsung tersenyum.

“Tuh orangnya!” kata Ify sambil menunjuk kearah orang tersebut.

“Ozy maksudnya?”

“Yap,”

Acha melengos begitu melihat tampang Ozy yang sedaritadi cengengesan melihat dirinya. Acha langsung membalikkan badan membelakangi Ozy.

“Cha, balik badan doong, kan Bang Ozy mau liat muka cantiknya Neng Acha, supaya hati Abang cenat-cenut gitu,” rayu Ozy.

“Idih, Zy! Ceweknya gak mau tuh, masih aja digodain!” seru Rio.

“Berisik ah, Kak!”

“Zy, kasian ceweknya, mukanya udah ditekuk gitu, haha,” celetuk Alvin.

“Inilah yang disebut perjuangan, Kak!”

“Tapi gak sampe segitunya kalee…” celetuk Rio.

“Fy, cepetan yuk kekelas!” ajak Acha yang langsung menarik tangan Ify.

“Tapi, Cha! Ozy gimana tuh! Liat deh malah cengok gitu ditinggal sama lo,”

“Sabodo teuing sama tu orang!”

Sementara itu…

“Yaaah, Acha pergi…” keluh Ozy.

“Jangan lebay deh, Zy! Udah ah, kayak orang gila lo! Ayo, Vin!” ajak Rio.

“Duluan, Zy!” kata Alvin.

“Yaelah, orang-orang pada jahat amat ninggalin gue! pada gak setia kawan!!” seru Ozy.


***


“Anak-anak, maaf Bapak hari ini tidak bisa mengajar, Bapak harus kerumah sakit, istri Bapak melahirkan,” kata Pak Joe selaku guru olahraga kelas XI.

“Wah, cepetan, Pak! Daripada keburu brojol duluan istri Bapak!” celetuk salah satu anak.

“Kamu mah emang mau Bapak cepet-cepet pergi! Yaudah, kalian semua bermain voli aja ya, cowok lawan cowok, cewek lawan cewek, Bapak pergi dulu!” Pak Joe langsung pergi meninggalkan lapangan.

Saat anak-anak kelas XI IPA 1 sedang asyik-asyiknya bermain voli, Rio malah melamun tidak jelas di tengah lapangan. Anak-anak yang lain heran melihat Rio yang tidak biasanya melamun. Setahu mereka jika pelajaran olahraga berlangsung Riolah yang paling hiperaktif atau bisa disebut paling petakilan. Alvin mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Rio. Tapi tak respon sama sekali dari orang yang bersangkutan.

“Yo…halo…” gumam Alvin.

“Dikutuk ama emaknya kali, Vin jadi batu, saking durhakanya sama nyokap tirinya,” celetuk Lintar.

“Sembarangan aja lo, Lin kalo ngomong,” kata Alvin sambil menoyor kepala Lintar.

“Udahlah biarin aja jadi patung di situ, kita main aja terus!” seru Debo.

Disaat teman-temannya mulai bermain lagi, Rio masih melamun. Namun tiba-tiba pandangannya langsung tertuju pada seseorang yang sedang kerepotan membawa buku tugas milik teman-teman sekelasnya. Rio terus memandang orang itu, sampai-sampai tidak mendengar teriakkan teman-temannya,

“RIO! AWAAAASS!!!”

BUUGH!!

Wajah Rio terhantam bola voli dengan kencang. Anak-anak yang berada di lapangan langsung tercengang melihat Rio yang meringis kesakitan sambil memegang wajahnya.

“Aduuh, koplak! Siapa nih yang ngelempar! Kalo ngelempar liat-liat dong!!” gerutu Rio.

“Tuh, si Alvin yang ngelempar!!” seru Debo.

“So…sori, Yo, namanya juga gak sengaja, lagian lo juga diteriakin malah budeg,” kata Alvin.

“Idung gue jadi gak mancung lagi nih, Vin! Tega lu!”

“Kalo emang udah pesek mah pesek aja, Yo, gak usah lebay,” celetuk Alvin. Rio memanyunkan bibirnya.

“HAHAHAHAHA!!!”

Rio terkejut mendengar suara ketawa yang cukup dahsyat. Rio menoleh kearah depan kelas XII, ternyata Sivialah yang tertawa ngakak dengan suaranya yang makin dahsyat.

“Woi! Ketawanya biasa aje dong! Jangan kayak naga mau nyembur api!” teriak Rio.

“Bener tuh kata Alvin kalo udah pesek mah, pesek aja! Lo juga biasa aje dong!” balas Sivia.

“Songong lu yee, dasar singa gunung!”

“Eh, mau gue sumpel pake sepatu lo?” ancam Sivia.

“Gue gak mau disumpel pake sepatu!”

“Maunya pake apaan? Pake buku?”

“Pake cinta boleh?” goda Rio sambil tersenyum jahil. Anak-anak laki-laki kelasnya langsung pada tertawa sambil menggoda Sivia dan Rio. Apa reaksi Sivia? Tentu saja wajahnya memerah. Selama ini tak pernah ada yang berani menggodanya dan mengajak Sivia bertengkar kecuali Rio.

Sivia langsung membuang muka, tak membalas perkataan Rio lagi. Tapi karena saking terburu-buru dan selalu menoleh kearah lapangan terutama kearah Rio, akhirnya…

BUGH!!!

Kepala Sivia terbentuk tiang dan terjatuh. Buku yang dia bawa berserakan. Rio dan Alvin yang melihatnya langsung mangap. Tapi beberapa detik kemudian Rio dan Alvin berlari menghampiri Sivia.

“Makanya jangan ngeliatin kearah gue mulu, kejedot kan tuh? Haha…” celetuk Rio dengan senyum kemenangan. Sivia langsung menoyor kepala Rio.

“Apaan sih, Vi? Maen toyor-toyoran?” Rio langsung membalas toyoran Sivia.

“Lho, Vi? Muka lo kenapa merah?” tanya Alvin polos.

“Dia malu gue godain tadi, iya gak, Vi?” tanya Rio sambil menoel dagu Sivia.

“Genit lo!! Gue sumpahin kagak ada yang mau sama orang item plus dekil macam lo!!” seru Sivia sambil memukul Rio dengan buku yang baru saja dikumpulkannya berkali-kali.

“Eh, sakit, Nyong!! Badan gue kan cuma tulang doang!!” ringis Rio.

“Biarin!!” Sivia langsung pergi meninggalkan Rio dan Alvin berdua.

“Ngomong-ngomong, Vin, sohib lo si Via lucu juga ya,” gumam Rio. Alvin langsung menatap Rio heran.

“He? Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu?” tanya Rio.

“Tumben lo bilang Via lucu, biasanya lo suka ngata-ngatain Via, oh! Gue tahu, lo mulai ada hati kan sama Via?” tuduh Alvin sambil menyipitkan mata. Wajah Rio langsung memerah.

“Apabanget lo, Vin! Mana mau gue sama singa gunung macem Via!” sanggah Rio.

“Jangan boong, lo…muka lo udah merah banget itu…” tunjuk Alvin ke wajah Rio.

“Apaan sih, Vin! Udah ah!!” Rio langsung kabur menuju lapangan. Alvin hanya tertawa saja melihat tingkah laku sahabatnya itu.


***

“Dasar muka serokan, gue lagi gue lagi yang disuruh nyiramin taneman, kampret juga nih anak-anak satu asrama sore-sore gini pada kabur, Acha juga lagi ada pertemuan klub Korea, awas aje kalo ntar gue kelas XI gue jadi ketua asrama, gue jadiin lo semua romusha, nyaho lo,” gerutu Ify sambil menyiran tanaman secara asal-asalan.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Ify, otomatis Ify langsung terkejut dan membalikkan badan sambil menyiran wajah orang tersebut dengan selang yang dipegangnya.

BRUUUSH!!!

“Ify! Matiin! Ify matiin!”

“Nyaho lo ya! Biar tau rasa!! Makanya jangan ngagetin gue!!” seru Ify.

“Ify!! Ini gue Alvin!!” Mata Ify melotot begitu mendengar nama ‘Alvin’. Buru-buru ia mematikan selang airnya dan melemparnya ke atas tanah. Ify langsung nyengir begitu melihat Alvin yang sudah basah kuyup.

“Sori ya, Kak Alvin…gue gak tahu hehe,” kata Ify sambil garuk-garuk kepala.

“Gak tahu sih gak tahu, tapi jangan pake nyiram dong, kan baju gue basah kuyup gini,” keluh Alvin sambil memegang kaosnya yang basah.

“Ngomong-ngomong ngapain Kak kesini? Mau ketemu Kak Via? Apa ketemu gue? hehe…” tanya Ify sambil cengengesan.

“Gak mau ketemu siapa-siapa tuh, gue cuma lagi iseng aja jalan-jalan,” jawab Alvin polos.

Ify langsung memanyunkan bibir, padahal dirinya berharap bahwa Alvin memang ingin menemuinya. Sekali-kali geer boleh kan? :p

“Tapi kan gue ada didepan lo sekarang, berarti kan gue ketemunya sama lo kan?” tambah Alvin sambil tersenyum. Perkataannya cukup membuat pipi Ify bersemu merah.

“Ah, Kak Alvin jangan ngomong kayak gitu…sumpah demi apapun gue malu,” gumam Ify. Alvin tertawa kecil. Tawa Alvin terdengar halus di telinga Ify.

“Pasti lo kegeeran! Oya, gue pengen jalan-jalan nih, temeni gue yuk!” ajak Alvin.

“Ha? Jalan-jalan? Ntar bukannya ada latihan, Kak? lagian sekarang gue lagi disuruh sama si serokan, eh! Kak Via buat nyiram tanaman,” keluh Ify.

“Ntar gak jadi latihan kok, Senpai lagi berhalangan,” kata Alvin.

“Ooh terus ini kerjaan gue dimana? Gue bisa disuruh nyuci lagi nih sama Kak Via kalo tiba-tiba kabur,”

Tiba-tiba Alvin langsung menarik tangan Ify dan membawanya kabur.

“Eh, Kak Alvin! Tunggu!! Ini gimana? Ntar kalo gue dimarahin, lo mau tanggung jawab?” tanya Ify sambil menunjuk kearah tanaman-tanamannya.

“Tenang aja, ntar gue yang ngomong sama Via, lo nyantai aja dan ikut gue sekarang!!”

Tangan Ify terus menerus digenggam oleh Alvin. Alvin pun membawanya kabur meninggalkan pekerjaan suruhan Sivia. Ify hanya berharap bahwa Ify akan selamat dari amukan si singa gunung.

***


“Yakin, Kak?”

“Yakinlah,”

“Lo yakin, gue nggak, Kak,”

“Lo gak percaya sama gue? oke lo balik lagi aja ke asrama sendiri,” celetuk Alvin.

“Ah, parah banget sih, Kak! katanya mau tanggung jawab kalo Kak Via marah, ah lo mah gitu!” keluh Ify. Alvin tertawa.

“Makanya cepetan lo naik,”

“Kak, gue serem kalo dibonceng pake sepeda, gue pernah jatoh dibonceng sama temen gue dulu,” kata Ify.

“Terus lo maunya pake apa? Pake motor? Gak ramah lingkungan, Fy! Mending pake sepeda, go green! Lagian tempatnya juga gak begitu jauh kok, gak harus pake motor,”

“Kan bisa jalan,”

“Kalo jalan kaki lama nyampenya,” jawab Alvin enteng.

“Yaudah deh! Terus gue diboncengnya dimana?”

Alvin tersenyum dan kemudian memukul-mukul besi sepeda yang ada di depan jok sepeda yang ia naiki. Ify melotot.

“Disitu? Didepan lo? Gak dibelakang?” tanya Ify terkejut. Alvin mengangguk.

“Kalo dibonceng dibelakang, lo mau ditaro dimana Fy? Di bannya? Lo liat sendiri kan gak ada jok tambahan?”

Ify melengos kesal, apa jangan-jangan Alvin hanya ingin mengerjainya saja. Tapi jika dipikir-pikir, sebenarnya asyik juga dibonceng seperti itu, apalagi yang ngeboncengin itu Alvin yang bisa dibilang ganteng setengah mampus, siapa sih yang tidak mau dibonceng oleh Alvin. (penulis juga mau soalnya).

“Mau gak? Kalo gak mau gue tinggal,” kata Alvin bersiap-siap untuk mengayuh sepedanya.

“Eh! Tunggu!!” cegah Ify dengan menarik lengan jaket Alvin.

“Jadi?”

“Iya gue mau!” kata Ify sambil memajukan bibirnya yang tipis. Alvin tersenyum. Entah kenapa Alvin merasa sangat senang saat Ify menerima ajakannya. Apa jangan-jangan perasaan lain mulai tumbuh dalam diri Alvin? Hanya Alvin yang tahu.

Ify duduk miring di depan Alvin, tiba-tiba jantungnya langsung berdebar-debar tidak karuan saat kedua tangan Alvin mulai memegang kemudi sepeda. Ify tak pernah berada diposisi sangat dekat dengan Alvin seperti ini. Sesekali Ify melirik kearah Alvin.

‘Oh, my God hati gue udah cenat-cenut ini ngeliat Kak Alvin deket kayak gini, subhanallah makhluk ciptaan-Mu ini, ya Allah,’ batin Ify.

“Muka lo kenapa, Fy? Kok merah?” tanya Alvin. Ify langsung salting.

“Ng…nggak papa kok, eh Kak Alvin! Jangan meleng! Awas ada kucing!!” teriak Ify dengan suara nyaringnya. Alvin langsung terkejut begitu melihat didepannya ada kucing menyebrang. Alvin langsung berbelok tajam, tapi keseimbangannya jadi goyah, dan…

GUBRAK!!

“Tuh kan, jatoh juga!! Makanya gue kan gak mau dibonceng! Sakit tahuu!!” ringis Ify sambil memukul bahu Alvin.

“Aduh! Jangan dipukul dong, Fy! Lo juga sih yang ngagetin gue!” timpal Alvin yang sedang membersihkan celananya yang kotor.

“Ih! Gue gak mau ah ntar pulangnya digoncengin lo lagi, gue mendingan jalan aja!!” cerocos Ify.

“Ih, bawel amat lu, Fy!”

“Biarin!” Ify menggembungkan pipinya.

“Fy…”

“Apa?”

“Di kepala lo, Fy…” gumam Alvin sambil menunjuk kearah puncak kepala Ify.

“Ada apaan?”

“Ada…belalang…”

“HA! BELALANG? KYAAA!!!” Teriak Ify sambil mengibas-ngibaskan tangannya di puncak kepalanya dan karena saking takutnya, Ify malah memeluk Alvin. Apa reaksi Alvin? Yah, wajahnya memerah dan tentu saja jantungnya berdegup kencang begitu dipeluk Ify.

“Huaaa…gue takut, Kak…masih ada gak belalangnya?” rengek Ify.

“Ng…ng…nggak ada kok, Fy…” jawab Alvin gelagapan.

Ify pun baru sadar bahwa daritadi dia memeluk Alvin tanpa melepasnya. Ify langsung menjauhkan diri dari Alvin dan menyembunyikan wajahnya yang merah. Begitupun Alvin, Alvin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

“Kak Alvin…”

“Ya?”

“So…sori tadi gue tiba-tiba meluk lo, abis gue takut…”

“Ng…nggak papa kok, lagian tadi lo reflek kan? bukan mencari kesempatan?” celetuk Alvin.

“Kak Alvin geer banget sih! Meskipun gue sering nyapa lo pake kakak ganteng dan…ada sedikit rasa buat lo…gue gak bakal cari-cari kesempatan buat meluk lo…kecuali lo udah jadi cowok gue, hehe…” aku Ify sambil cengengesan. Alvin langsung tertawa dan mengacak-acak rambut Ify.

“Dasar, mungkin suatu hari bisa terjadi,” gumam Alvin.

“Ha? Lo ngomong apaan, Kak?”

“Nggak kok, tadi ada nyamuk kebon lewat, haha,”

“Aneh lo!”

‘Ternyata Ify ada hati ya sama gue, gue kira selama ini dia nyebut gue ganteng karena dia ngefans sama gue…’ batin Alvin. Kemudian ada senyum yang mengembang di wajah Alvin dan ada rasa senang tersendiri di hatinya. Barulah dirinya sadar bahwa Alvin juga ada hati dengan Ify.

“Fy, ke situ yuk, ada tukang eskrim, gue traktir deh,” ajak Alvin.

“Beneran? Asiik!! Gue minta tiga!”

“Itu namanya pemerasan!”

“Yang penting ditraktir!”

Sambil mendorong sepeda, mereka berdua pun berjalan menuju tukang eskrim yang ada di taman dekat sekolahnya dan mereka menghabiskan waktu disana sampai sore.

***

“IFYYY!!! LO TUH YAA!! GUE SURUH NYIRAM!! MALAH KABUUR!!”

Teriakan Sivia membahana di seluruh kawasan asrama perempuan Veritas. Sampai-sampai burung-burung gereja yang sedang bertengger di pohon dan kucing-kucing yang numpang lewat langsung kabur entah kemana. Alvin dan Ify pun sampai menutup kupingnya begitu mendengar teriakan Sivia.

“Kak Via! Biasa aja dong teriaknya! Udah kayak komandang perang tau gak!” keluh Ify.

“KALO GAK MAU DENGER GUE TERIAK, MAKANYA JANGAN KABUR!!” Teriak Sivia di telinga Ify.

“Yaa…gue minta maaf…” keluh Ify.

“Udah kabur dari tugas, lo juga kabur ngajak Alvin lagi! Nyebelin tahu gak!!”

“Gue yang ngajak dia kabur, Vi!” sela Alvin.

“Lo jangan ngebelain dia, Vin!!”

“Sumpah demi apapun, gue yang ngajak dia kabur dari tugasnya! Jadi lo jangan salahin Ify, dong, salahin gue!”

Sivia terdiam, dia melengos kesal. Sepertinya di mata Alvin sekarang Sivia mulai tergantikan dengan keberadaan Ify. Apa sih yang membuat Ify istimewa di mata lo sampai-sampai lo lebih memilih ngajak dia daripada gue? pikirnya.

“Vin, kenapa lo gak bilang gue aja kalo lo mau pergi, gue bisa temenin lo, kenapa harus Ify??”

“Lho? Kenapa? Gak boleh? Terserah gue kan mau ngajak siapa?”

“Tapi…tapi…tapi gue kan…”

“Sahabat, lo mau bilang kalo lo itu sahabat gue kan? gue tahu lo itu sahabat gue, tapi gak selamanya seseorang itu pergi dengan sahabatnya terus kan?” sela Alvin dengan nada yang cukup lembut.

Emosi Sivia mulai naik. Sivia mulai tak terima dengan perkataan Alvin. Sivia hanya ingin terus bisa bersama Alvin. Tapi sejak Ify mulai menyusup masuk kedalam kehidupan Alvin dan Sivia, Sivia merasa hubungan mereka berdua mulai merenggang. Sivia langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

“Kak Via!” panggil Ify.

“Biarin aja, Fy. Beri waktu Via buat berpikir dulu, gak selamanya dia harus selalu berada disamping gue kan? ada saatnya dia bisa berdiri sendiri, dan gue mendapat kebebasan dalam bergaul dengan siapa aja,” tutur Alvin sambil terus menatap punggung Sivia.

“Maaf, Kak. Seandainya gue tetep nolak ajakan lo, lo sama Kak Via gak bakal berantem kayak gini,” ucap Ify. Alvin tersenyum.

“Tenang aja, Via paling hanya emosi sesaat, lo masuk aja kedalem asrama, gue ke asrama dulu ya,” pamit Alvin.

“Kak Alvin!”

“Ya?”

“Thanks buat hari ini,” ucap Ify sambil tersenyum.

“Yap, you’re welcome!”

***

Asrama Laki-laki

Rio lagi-lagi melamun di kamarnya, tentu saja yang ia lamunkan adalah si ketua asrama perempuan Veritas yang terkenal dengan kesangarannya, Sivia. Ya, Rio mulai ada rasa dengan Sivia. Alvin yang baru saja datang tiba-tiba memandang Rio dengan wajah heran. Lagi-lagi ngelamun, pikirnya.

“Woi! Yo! Jangan ngelamun lo! Ntar kesambet, gue yang repot!” seru Alvin sambil menepok bahu Rio. Sontak Rio langsung terkejut.

“Alvin! Jangan ngagetin gue! kalo gue jantungan tiba-tiba gimana?”

“Ya, gak gimana-gimana, gue tinggal ninggalin lo doang disini dan pura-pura gak tahu,” gumam Alvin.

“Songong!”

“Eh lo ngelamunin apaan?”

“Apa aja boleh, yang penting oke!”

“Gue tahu! Ngelamunin Sivia kan? lo gak bisa boong dari gue!” tuduh Alvin. Skakmat! Tepat pada sasaran.

“Ng…nggak kok…”

“Lo kalo boong, mata lo kedut-kedut terus idung lo kembang kempis gak karuan!”

“Iya! Iya ! gue ngaku! Gue lagi ngelamunin Sivia!”

“Hahasek, lo mulai kesemsem sama sohib gue! pantesan nih kamar auranya udah mulai pink gitu gue masuk! Jadi si Mario Stevano Aditya Haling sang idola mulai terkena virus merah jambu!” goda Alvin.

“Apaan sih, Vin! Nah sekarang gue tanya sama lo! Lo sendiri lagi suka sama seseorang gak?” tanya Rio langsung. Alvin langsung terdiam dan wajahnya mulai memerah.

“Apaan sih, Yo! Gue masih belom mikirin pacaran, yang gue pikirin itu pelajaran, gue harus belajar bener dulu, terus…”

“Ngeles berarti bener!” sela Rio. Alvin melengos.

“Segitu gampangnya gue ditebak?”

“Berarti bener kan?”

Alvin menghela napas panjang dan kemudian mengangguk pelan.

“Lo suka sama siapa?”

“Ify,”

“Apaan? Lo suka adek gue!!? yakin lo?”

“Iyalah!”

“Wah keren lo, Vin. Cowok yang bisa dibilang kalem nan lembut kayak lo, bisa-bisanya suka sama cewek petakilan macam Ify, beda abis!” seru Rio.

“Jangan teriak-teriak, Yo! Emangnya gak boleh gue suka sama Ify? Emang cowok kalem harus dapat cewek yang kalem juga? Garing dong! Gak seru!”

“Oke, oke! Itu sih terserah lo, gue gak ngelarang!” kata Rio.

Kemudian mereka berhenti sejenak.

“Jadi kita sama-sama kena Virus Merah Jambu nih?” tanya Alvin.

“Sepertinya begitu, gue mau keluar dulu deh, Vin, mau hirup udara segar,” kata Rio sambil mengambil jaketnya yang ada di lemari.

“Oke,”

***

Sambil bersiul-siul, Rio menyusuri jalan setapak menuju pekarang sekolahnya. Ya, sekolah di sore hari sangatlah sepi, semua murid sudah berada di asrama. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada gadis yang sedang menangis di pekarangan tersebut. Rio mendekatinya dan menepuk pundaknya yang bergetar.

“Sivia?”

Gadis itu menoleh kearah belakang sambil menghapus air matanya sendiri dengan tangannya.

“Rio?”

“Lo kenapa nangis?” tanya Rio dengan nada khawatir.

“Ng…nggak papa kok,”

“Bohong, cerita sama gue, gue siap dengerin kok,” kata Rio sambil mengambil posisi duduk disamping Sivia.

Tangisan Sivia meledak dan tiba-tiba langsung memeluk Rio. Rio terkejut bukan main pastinya karena Sivia langsung memeluknya dan langsung menangis terisak-isak. Tanpa sadar, kedua tangan Rio pun terangkat dan memeluk Sivia dengan lembut. Baru kali ini Rio merasa tak tega melihat Sivia seperti ini.

“Luapin semua emosi lo, gue bakal terus disini sampai lo mulai merasa lebih tenang…”

***