Jumat, 22 April 2011

Only You (1 of 3)

Tara POV


“Tara!! Mianhae!!”

“Byul-Hee! Konser sebentar lagi dimulai, kau itu darimana saja??” aku memasang wajah cemberut.

“Jangan marah Tara! Aku sudah minta maaf, lagipula kita tak ketinggalan acara kan?”

“Hampir, ayo masuk!” aku langsung menarik tangannya dan segera masuk ke dalam gedung.

Hari ini, aku dan Park Byul-Hee akan menonton konser launching album baru Lee Sungmin, penyanyi yang sedang naik daun di tahun ini. Aku adalah salah satu penggemarnya, aku sangat mengidolakannya. Tentu saja aku senang bisa datang ke launching album barunya.

Syukurlah kami mendapat tempat paling depan supaya bisa melihat Lee Sungmin dari dekat. Tiba-tiba Byul-Hee mencolek pundakku.

“Kau tak apa-apa?”

“Maksudmu?”

“Aku hanya takut, tiba-tiba penyakitmu kumat disaat semua sedang teriak histeris,” gumam Byul-Hee.

“Hei, jangan bicara seperti itu, tenang saja aku sudah menyiapkan obat-obatan jika tiba-tiba penyakitku kumat!” ucapku.

Konserpun dimulai, semua penonton yang sebagian besar adalah gadis-gadis seusiaku sudah mulai berteriak dan meneriakkan nama ‘Lee Sungmin’. Mereka tidak sabar untuk menonton penampilan Sungmin, begitupun aku.

Kemudian, Lee Sungmin keluar dan langsung menyanyikan lagu pertama. Entah bagaimana perasaanku sekarang, aku sangat senang, ingin sekali aku naik keatas panggung dan memeluknya. Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itulah rasanya menjadi seorang fans yang fanatik terhadap artis pujaannya. Aku terus-menerus meneriaki namanya sampai suaraku serak.

Dua jam kemudian, sampailah di penghujung acara, Sungmin menyanyikan lagu terakhirnya sambil memainkan grand piano putih. Aku terhanyut dalam alunan melodi piano yang ia mainkan. Aku sampai tidak bisa berkedip melihatnya yang sedang bernyanyi. Oh, Sungmin…tampan sekali dirimu…

“Tara?? Haloo…kau hilang kesadaraan!” seru Byul-Hee.

“Ah, diam saja kau! Aku sedang menikmatinya!” seruku.

Konser telah selesai dan buruknya, aku tidak mendapatkan tanda tangannya. Ah, sudah capek-capek ke sini aku tidak mendapat tanda tangannya. Jelas saja, Sungmin langsung keluar dari gedung dengan pengawasan yang ketat oleh para body-guardnya. Kami tidak boleh pergi ke backstage untuk menemuinya.

“Tara wajahmu pucat!” seru Byul-Hee. Wajahku pucat? Tolong jangan sekarang penyakitku kumat.

“Aku ke toilet sebentar,”

“Mau kuantar?”

“Tenang saja aku masih kuat,”

“Ah iya, mianhae Tara, aku sudah dijemput, kau tak apa jika kutinggal? Atau kau mau ikut denganku?”

“Tenang saja aku bisa pulang sendiri,”

“Baiklah, aku duluan!”

Aku langsung berjalan menuju toilet. Tapi kenapa rasanya toilet itu jauh sekali. Kepalaku semakin pusing. Dan tiba-tiba mataku berkunang-kunang dan kemudian menjadi gelap.

*

Sungmin POV


Badanku terasa sangat pegal, bernyanyi selama dua jam ternyata butuh tenaga yang cukup banyak. Aku langsung melepas jas dan menggulung lengan kemejaku sampai ke siku.

“Kau sepertinya kelelahan, Sungmin. Ini coklat panas untukmu,” Park Hyun-Hwa, manajerku sekaligus sahabatku memberikan secangkir coklat panas untukku.

“Aku memang sangat lelah, Hyun-Hwa. Biasanya aku tak pernah menggelar konser, sekalinya menggelar konser akhirnya seperti ini, badanku pegal, tolong pijiti badanku!”

“Memangnya aku ini pelayanmu?” keluh Hyun-Hwa.

“Ya, Tuhan aku hanya bercanda, Hyun-Hwa! Kau memang tak bisa dijahili, sepertinya aku harus mencari korban baru,” gumamku.

Aku menaruh gelas kertas yang sudah kosong dan bangkit dari tempat duduk.

“Mau kemana kau?”

“Toilet,”

Aku langsung berjalan menuju toilet yang berada tak jauh dari backstage, tadinya mereka –para bodyguard –ingin sekali mengantarku ke kamar mandi. Hei, memangnya aku ini anak kecil? Lebih baik aku pergi saja sendiri.

Tiba-tiba langkahku terhenti, aku melihat seorang gadis tergeletak lemas di depan toilet wanita. Aku langsung berlari dan melihat keadaannya. Wajahnya pucat sekali.

“Hei, kau kenapa?? Bangun!” seruku sambil menepuk pipinya.

Aku melihat kesekeliling, tidak ada orang sama sekali. Bagaimana ini? Akhirnya kuputuskan untuk menggendongnya dan membawanya ke backstage.

*

Tara POV


Samar-samar aku mendengar suara-suara yang sepertinya khawatir terhadapku. Perlahan, kubuka mataku. Beberapa orang berada di depan mataku dengan tatapan khawatir. Tapi ada satu orang yang benar-benar tak kusangka bisa kulihat dari dekat. Ya, dia Lee Sungmin!

“Kau tak apa-apa?” tanyanya.

Aku mencoba untuk bangun, tapi badanku masih terlalu lemas. Dan…Sungmin melarangku untuk bangun. Bagaimana rasanya jika artis yang selama ini kau puja dan kau hanya bisa melihatnya dari jauh, sekarang sudah berada didepanmu? Jantungmu pasti bisa berdebar-debar, bahkan bisa meledak. Ah, sepertinya aku berlebihan lagi.

“Jangan bangun, kau masih sangat lemah,” larangnya.

“A…aku kenapa?” tanyaku.

“Tadi aku temukan kau pingsan di depan toilet, kau kenapa? Kau sedang sakit?”

“Sepertinya,”

“Jika kau sedang sakit, kenapa kau menonton konserku? Pikirkan kesehatanmu!” serunya.

“Mianhae…”

“Kenapa kau minta maaf? Memangnya kau salah apa padaku? Dasar gadis aneh,” gumamnya.

Apa? Gadis aneh? Dia menyebutku gadis aneh?

“Aku bukan gadis aneh!” bantahku dengan suara yang sedikit agak serak.

“Hei, kenapa kalian jadi bertengkar? Nona, Perkenalkan namaku Park Hyun-Hwa, aku sahabatnya sekaligus manajernya, siapa namamu?” tanya laki-laki berkacamata yang berada disampingku.

“Namaku Tara,”

“Kau bukan orang Korea?”

“Ya. Aku blasteran, ayahku Korea ibuku Indonesia,”

“Oh, oke Tara-ssi dimana rumahmu? Akan kami antar kau sampai rumah,”

“Tidak usah, aku bisa pulang sendiri, tak usah repot-repot,” aku menolaknya.

“Tidak apa-apa, iyakan Sungmin?”

Apa? Sungmin akan mengantarku sampai rumah? Ya, Tuhan…mimpi apa aku semalam…

“Ya, daripada gadis aneh ini pingsan lagi,” celetuknya.

Aku memasang wajah cemberut padanya. Sungmin yang sekarang sangat berbeda dengan Sungmin yang kulihat di televisi. Di televisi, aku melihatnya berperilaku sangat sopan dan baik terhadap perempuan. Tapi kenapa Lee Sungmin yang berada di depanku ini, terlihat sangat menjengkelkan?

“Kenapa kau pasang wajah seperti itu? Kau terlihat sangat jelek!” serunya.

PLETAK!

“Aduh!” Sungmin meringis kesakitan akibat sepatu sneakerku yang mendarat di kepalanya dengan cukup keras.

“Rasakan!!”

“Mwo? Baru kali kulihat ada fans yang berani melempar sepatu kearah artis pujaannya!” seru Park Hyun-Hwa ambil tertawa.

“Ah, berisik kau Hyun-Hwa! Ayo cepat antar gadis ini! Aku lelah!”

*

Tak sampai satu jam, aku sudah sampai di depan apartemenku. Aku keluar dari mobil sambil melihat keadaan sekitar.

“Apa ada wartawan di luar, Hyun-Hwa? Jika ada mereka akan membuat gosip yang mengada-ada,” gumam Sungmin.

“Aman!”

Sungmin pun keluar dari mobil tanpa membuka kacamata hitamnya untuk menyembunyikan identitasnya.

“Gamsahamnida!” Aku membungkukkan badan kepada mereka berdua.

“Ya, sama-sama, Tara-ssi…” balas Park Hyun-Hwa.

“Jaga kesehatanmu, jangan buat orang-orang kerepotan karena harus menggendongmu,”

Aku memeletkan lidah padanya. Satu sifat tersembunyi yang baru saja kuketahui tentang seorang Lee Sungmin. Dia itu JAHIL. Ah, menyebalkan, tapi tetap saja aku menyukainya,hehe...

“Terserah kau saja,” gumamku yang tidak sejalan dengan pikiranku.

Aku langsung meninggalkan mereka dan masuk kedalam apartemen. Jika kuceritakan pada Park Byul-Hee ataupun keluargaku, kuyakin mereka tidak akan percaya dengan kejadian yang baru saja aku alami.

*

Sungmin POV


Beberapa hari kemudian…


“Sungmin! Hei Sungmin cepat bangun!”

“Ada apa?? Aku masih lelah, nanti saja…” aku langsung menarik selimutku keatas kepala. Tapi kemudian selimutku ditarik lagi oleh Hyun-Hwa.

“Lee Sungmin! Bangun! Lihat tabloid ini!”

Dasar Park Hyun-Hwa selalu saja mengganggu waktu istirahatku. Sekarang wajahnya terlihat seperti pria tua yang baru saja kehilangan anak perempuannya. Dengan malas, aku mengangkat kepalaku yang berat sambil mengucek mata.

“Tabloid apa?”

Hyun-Hwa langsung melempar sebuah tabloid padaku. Kulihat halaman depan tabloid itu. Mataku langsung terbelalak. Apa-apaan ini? Kenapa bisa? Halaman depan tabloid itu menampilkan fotoku bersama Tara sedang berbicara di depan mobil. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, kenapa wartawan ini bisa mengambil foto dari sudut yang kukira sangat…tepat, seakan hanya ada aku dan Tara –tidak ada Park Hyun-Hwa. Paparazzi ini hebat sekali, pikirku.


Lee Sungmin Terlihat Berjalan dengan Seorang Wanita?


“Kenapa para wartawan bisa tahu jika kita mengantar gadis itu pulang? Bukankah sudah dipastikan tidak ada wartawan disana??” tanyaku tidak percaya.

“Entahlah, padahal aku sudah melihat ke sekeliling apartemen, tidak ada wartawan disana,” gumamnya.

“Apa Tara sudah tahu tentang masalah ini?”

“Aku tidak tahu, apa kita harus mengeceknya?”

“Harusnya seperti itu,” kataku.

“Tapi jangan pagi ini, siapa tahu dia ada aktivitas seperti sekolah atau kuliah, lebih baik kita jalan-jalan saja dulu,”

*

Tara POV


Sekolah 


“Tara, aku tak bisa mengerjakan soal ini,” Byul-Hee mengeluh padaku tentang soal matematika.

“Mana? Sini kubantu,” Byul-Hee memang sedikit lemah dalam pelajaran matematika, sehingga aku harus membantunya belajar. Kebetulan matematika adalah bidang pelajaran yang aku kuasai.

Tiba-tiba aku mendengar suara para teman-temanku yang mulai gaduh sambil membaca tabloid baru yang dibawa oleh Jin Yoo Ra.

“Hei, coba kalian baca!? Ini berita yang menggemparkan!!” seru Jin Yoo Ra sambil memperlihatkan tabloid yang dipegangnya.

“Hah? Apa? Lee Sungmin berjalan dengan wanita lain? Aku tak terima ini!”

“Iya! Sungmin-oppa itu milik kita!”

Sementara itu diantara aku dan Byul-Hee…

“Kau dengar tadi? Sungmin jalan dengan wanita lain?” tanya Byul-Hee padaku.

“Ha? Kenapa kau tanya padaku? Aku tidak tahu!”

“Lho? Bukannya biasanya kau yang paling up-date tentang Sungmin?”

“Kali ini aku tidak tahu!”

“Ayo, kita lihat!” ajak Byul-Hee.

Aku dan Byul-Hee masuk kedalam kerumunan gadis-gadis itu.

“Boleh kulihat tabloidnya?” tanyaku pada Jin Yoo Ra.

“Ini!”

Aku melihat gambar di halaman depan tabloidnya. Bola mataku terasa seperti ingin keluar dari dalam. Aku tak percaya ini. Aku tahu siapa gadis yang ada di gambar ini. Gadis ini adalah…aku!

“Tunggu sebentar!” seru Byul-Hee sambil merampas tabloid itu dari tanganku. Aku menelan ludah. Sepertinya Byul-Hee tahu bahwa gadis itu adalah aku.

“Gadis ini…”

Tanganku mulai berkeringat. Badanku gemetaran. Ya, Tuhan jangan sampai Park Byul-Hee, temanku yang satu ini berkata “Ini adalah Tara”.

“Gadis ini tidak terlihat wajahnya! Sepertinya dia kurang menarik! Tidak cocok dengan Sungmin! Iya kan, Tara?” tanya Byul-Hee. Aku mulai bernapas lega. Syukurlah…tapi apa yang tadi ia katakan? Aku kurang menarik? Hei, aku tidak terima dengan kata-katanya yang terakhir.

“I…iya,” jawabku.

“Nah, Tara ayo teruskan soal yang tadi,”

*
Sungmin POV


Arlojiku sudah menunjukkan pukul tiga sore, dan sampai sekarang belum terlihat batang hidungnya. Aku dan Park Hyun-Hwa sudah menunggunya kurang lebih satu jam di depan apartemennya.

“Hei, itu dia!” seru Hyun-Hwa.

Aku dan Hyun-Hwa segera keluar dari mobil. Kulihat dia sangat terkejut setelah mendapati kami sedang menunggunya di depan apartemen.

“Kalian? Sedang apa disini?” tanyanya.

“Kau belum tahu tentang masalah itu?” tanyaku.

“Oh, kalian kesini karena masalah tabloid itu? Tentu saja aku sudah tahu, teman-teman sekelasku sedang membicarakannya. Untung saja temanku, Byul-Hee tidak mengenaliku,”

“Tunggu dulu, kau masih sekolah? SMA?” tanyaku. Tara mengangkat alis.

“Iya, aku masih kelas dua SMA, kenapa? Ada yang salah?”

“Kukira kau sudah kuliah, atau mungkin sudah kerja,” gumamku dengan santai.

Dan tiba-tiba…Tara menginjak kakiku dengan keras. Sakit sekali. Ternyata dibalik tubuhnya yang kecil, tersimpan tenaga yang sangat kuat. Terasa sangat nyeri kaki kananku ini.

“Hei, sakit!” ringisku.

“Ini balasan untukmu, kau kira aku setua itu!?” serunya sambil menampilkan wajah cemberutnya. Lagi-lagi ekspresi itu. Terlihat sangat menjengkelkan, tapi…entah kenapa aku suka dengan ekspresinya itu, bagiku sangat lucu.

“Aku hanya mengutarakan pendapatku!”

“Tolong kita kembali ke topik asal, bagaimana kita membicarakan hal ini di café saja, kau mau kan, Tara-ssi?” keluh Hyun-Hwa.

“Baiklah,” ujarnya.

*

Kami –Aku, Hyun-Hwa, juga Tara –memilih untuk membicarakannya di sebuah café yang tak jauh dari pusat kota, sebuah café minimalis yang nyaman. Tak lupa untuk menyembunyikan identitasku, aku memakai topi dan kacamata biasa –bukan kacamata hitam.

“Jadi sekarang bagaimana?” tanya Park Hyun-Hwa.

“Aku tidak tahu,” ujarku dengan santai.

“Apa maksudmu dengan tidak tahu? Kau sudah terbiasa mendapat gosip seperti ini. Sedangkan aku? Tidak. Bagiku ini masalah! Jadi tolong pikirkan baik-baik! Jangan menanggapinya dengan enteng!” seru Tara dengan raut wajah yang serius.

“Memangnya kau mau bagaimana? Mengadakan konferensi pers dan memperkenalkanmu ke hadapan publik?” aku mulai terbawa emosi.

“Hei, jangan terbawa emosi, pikirkan bersama-sama, kita akan menemukan jalan keluarnya,” ucap Hyun-Hwa yang ingin menenangkan kami berdua.

Aku, Hyun-Hwa dan Tara terdiam lama. Aku mengaduk-aduk minumanku dengan asal, Tara mengutak-atik ponselnya, dan Hyun-Hwa masih berpikir sambil melihat kearah luar jendela.

“Aku benci seperti ini…” Tiba-tiba Tara memulai pembicaraan. Aku dan Hyun-Hwa menatapnya.

“Apa?” tanyaku.

“Aku benci berada di situasi seperti ini, seandainya aku tetap menolak, mungkin tak akan seperti ini, dan aku tak akan terlibat dengan kalian” gumamnya.

“Berarti kau tidak bersyukur dengan pertemuan kita?” tanyaku.

“Aku bersyukur kita bisa bertemu dan saling mengenal satu sama lain,” tambahku dengan enteng.

*

Tara POV


“Aku bersyukur kita bisa bertemu dan saling mengenal satu sama lain,”

Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Apakah dia serius? Aku rasa saat ini wajahku sudah memerah seperti tomat setelah mendengar pengakuannya.

“Ah, lebih tepatnya…Aku bersyukur bisa bertemu dan mengenal gadis berwajah aneh yang tiba-tiba pingsan di depan toilet wanita seperti ingin minta pertolongan dari seorang pria,” celetuknya. Raut wajahku yang tadinya memerah dan terhanyut dengan kata-katanya, tiba-tiba berubah 180 derajat.

“Apa maksudmu, Lee Sungmin?” tanyaku dengan nada yang menantang. Dan apa responnya? Lee Sungmin malah tertawa terbahak-bahak. Hyun-Hwa juga ikut tertawa bersamanya. Apa wajahku terlihat konyol begitu marah?

“Aku hanya bercanda, aku tidak suka dengan suasana yang serius dan mencekam seperti tadi, aku lebih suka suasana seperti ini,” akunya.

“Kau memang paling bisa merubah suasana, Sungmin. Memang lebih baik seperti ini, tadi aku merasa kurang nyaman dengan suasananya,” kata Hyun-Hwa.

“Sekarang kenapa kita jadi lupa dengan topik utama?” tanya Sungmin.

“Aku punya usul yang lebih baik,” Hyun-Hwa angkat bicara.

“Apa?” tanya mereka berdua –Sungmin dan aku –secara bersamaan.

“Forget it! Right?” serunya.

“Ha?” Sungmin melongo. Wah, harusnya kufoto saja wajahnya saat berekspresi seperti ini.

“Yah, kau tak perlu berbicara panjang lebar tentang kejadian kemarin, cukup bilang kau bertemu dengan seorang fans yang pingsan dan kau bersedia mengantarnya sampai ke rumahnya. Beres kan?”

“Ya, Tuhan, jika hasilnya seperti itu kenapa kita harus berlama-lama disini sampai-sampai terbawa emosi?” keluh Sungmin sambil menutup wajahnya.

“Dan hampir saja aku melempar sepatu kearahmu lagi, Lee Sungmin! Kau berhasil membuatku jengkel!” seruku.

“Sudahlah, sekarang masalah selesai kan? aku harus pergi sekarang, kebetulan pamanku sudah berada di depan, duluan! Sungmin, tolong antar Tara pulang!” Tiba-tiba Hyun-Hwa langsung pergi meninggalkan kami berdua.

“Hei! Hei! Hyun-Hwa!! dasar tidak bertanggung jawab!” decak Sungmin.

Lee Sungmin sekarang menatapku, aku langsung tersentak dan seperti biasa jantungku berdebar-debar.

“Sekarang apa yang akan kita lakukan?” tanyanya padaku.

“Pulang.”

“Ha?”

Aku mengulang jawabanku lagi.

“Aku ingin pulang, ini sudah menjelang malam,”

“Baiklah kuantar pulang! Ayo cepat!”

“Hei, apakah kau sudah membayar semua pesanan?”

*

Sungmin POV


Aku memberhentikan mobil di depan apartemennya. Aku membuka topiku yang sedari tadi tak kulepas kemudian menggaruk-garuk kepalaku. Akhirnya sampai, dan aku bisa pulang kemudian kembali beristirahat.

“Hei, Tara kita sudah sam…” kalimatku terhenti begitu melihatnya tertidur. Tara tertidur sangat pulas. Sepertinya dia kelelahan. Terang saja, baru saja dia pulang sekolah, aku dan Hyun-Hwa langsung membawanya kabur entah kemana tanpa memberitahu orang tuanya. Aku harap orang tuanya tidak marah karena telah membawa pergi anak gadisnya.

Aku tersenyum melihatnya yang sedang tertidur. Tanpa kusadari, tanganku sudah terangkat dan mencoba untuk menyentuh wajahnya. Ah, apa yang aku lakukan? Kenapa tiba-tiba aku ingin menyentuh wajahnya dan tidak ingin membangunkannya. Ada denganmu, Lee Sungmin?

“Ng…sudah sampai ya?” begitu Tara terbangun, aku langsung menarik tanganku dan berpura-pura menggaruk kepalaku.

“I…iya, daritadi! Kau itu susah sekali dibangunkan!”

“Kau ini kenapa? Aneh!”

“Aneh? Kau yang aneh!” balasku. Tara menyipitkan matanya dan langsung memeletkan lidahnya.

“Terima kasih atas tumpangannya!” ucapnya dengan nada yang ketus. Ia langsung memeluk tasnya dan segera keluar dari mobilku.

“Eh, tunggu dulu!”

“Ada apa lagi? Belum puas membuatku jengkel?” tanyanya.

“Ponsel…”

“Ha?”

“Mana ponselmu?”

“Buat apa?”

“Pinjam sebentar!” seruku. Tara mengeluarkan ponselnya dan memberikannya padaku.

Aku memasukkan nomor ponselku ke dalam kontak ponselnya. Ini adalah hal yang tidak biasa kulakukan pada penggemarku. Baru kali ini aku memberikan nomor ponselku dengan bebas pada gadis yang kuketahui adalah penggemarku. Aku juga menyimpan nomornya di ponselku. Setelah itu aku mengembalikannya lagi kepada Tara.

“Kau…”

“Aku memasukkan nomor ponselku, siapa tahu jika kau ada perlu, kau tinggal menghubungiku,”

Raut wajahnya berubah. Pipinya bersemu merah sambil menatap layar ponsel dan menatapku secara bergantian.

“Kenapa? Kalau tidak suka, hapus saja!”

“Bukan begitu…tapi…kau tahu aku ini adalah…penggemarmu, kau tak takut jika aku menyebarkan nomor ponselmu?” tanyanya.

“Tidak…aku percaya padamu…”

*

Tara POV


“Tidak…aku percaya padamu…”

Tubuhku kaku seketika. Dia percaya padaku. Dia percaya padaku. Kata-kata itu terus bergema di pikiranku. Aku terus menatapnya dengan tatapan…tidak percaya.

“Tapi…kalau kau menyebarluaskan nomor ponselku ke teman-temanmu, aku tak akan segan-segan membunuhmu saat itu juga,” ancamnya. Mendengar ancamannya, bukannya takut, justru aku malah tertawa.

“Membunuhku? Sejak pertama bertemu kau sudah mencoba membunuhku secara perlahan, Lee Sungmin,” ujarku sambil menahan tawa.

“Aku pulang dulu,” pamitnya.

“Hati-hati, terima kasih atas tumpangannya,” ucapku. Lee Sungmin tersenyum. Itu adalah senyum yang paling aku suka darinya.

Mobilnya perlahan mulai menjauh dan hilang tertelan gelap malam. Perasaanku terhadapnya sedikit demi sedikit telah berubah. Yang aku tahu sekarang tidak lagi melihatnya sebagai seorang artis terkenal, aku yang sekarang melihatnya sebagai seorang pria biasa. Satu hal yang telah kusadari, aku menyukainya…oh tidak lebih tepatnya…aku cinta dia…

*

Sungmin POV


Selama di perjalanan, pikiranku selalu tertuju pada gadis itu –Tara. Gadis itu…berbeda. Berbeda dengan gadis-gadis lain yang selalu memandangku sebagai orang yang mengagumkan. Sebagai seorang artis. Dia –Tara –yang kutahu dia adalah salah satu dari penggemarku, melihatku sebagai seorang Lee Sungmin, seorang pria biasa. Itu sangat terlihat dimatanya dan juga perlakuannya padaku.

Tara adalah gadis yang baru saja aku kenal. Tapi diriku sendiri yakin bahwa dia adalah seseorang yang bisa kupercaya. Bahkan sangat kupercaya. Padahal aku sendiri adalah tipe orang yang sangat susah percaya dengan orang lain, apalagi orang yang baru kukenal. Pikiranku cukup membingungkan bukan? Memang sangat membingungkan tapi sepertinya aku tahu apa yang membuatku seperti ini. Ya, karena satu perasaan yang wajar yang dirasakan oleh setiap pria dan wanita. Cinta.

*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar