Minggu, 24 April 2011

The Story of Us:Part 2

Part 2: “Ify VS Sivia”

“IFYY!!! BANGUUUN!!!”

Ify mencoba untuk membuka matanya yang sangat berat. Ify hanya tidur selama tiga jam, karena harus mengerjakan tugas fisika yang banyaknya minta ampun dari Pak Andi.

“Lima menit lagii…” gumam Ify sambil menarik selimutnya lagi.

BYUUR!!!

Ify terkejut begitu ia tiba-tiba terbangun dengan badan yang basah kuyup. Ify mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

“Eh, gila lo!! Gue lagi tidur malah disiram pake aer! Semprul!!” seru Ify.

“Eh, gue udah teriak-teriakan daritadi lo kagak bangun-bangun!! Inget pasal lima! Para penghuni harus bangun paling lambat jam setengah 6 pagi dan sudah bersiap-siap pukul setengah tujuh pagi!!” seru Sivia sambil membuka buku peraturan halaman lima.

“Emang ini jam berapa?” tanya Ify sambil melirik kearah jam wekernya. Matanya terbelalak begitu melihat angka yang ditunjukkan oleh jarum jam. Setengah tujuh kurang sepuluh.

“HAH!? Jam setengah tujuh kurang?? Aduh gawaaat!!”

“Kalo sampe jam setengah tujuh pas lo gak keluar dari kamar, siap-siap cucian baju gue nunggu lo di belakang, jangan lupa jemur kasur lo,” kata Sivia.

“Iye, iye bawel akh!” keluh Ify sambil mencari sandal stich kesayangannya. Ify mengangkat sandalnya, sandalnya putus.

“Sendal kampret!!” seru Ify sambil melempar kearah pintu, tanpa melihat-melihat siapa yang ada didepan pintu.

BLETAK!!

“Aduuh!!”

Mata Ify melotot. Sandal yang dia lempar mendarat di kepala Sivia. Sivia memancarkan aura neraka.

“IFYYY!!!!”

Ify langsung kabur kedalam kamar mandi.

***

Ify keluar dari asrama dengan wajah kusut, rambut berantakan seperti belum disisir.

“Woi, Fy!” sapa Rio yang kebetulan melihat Ify.

“Kak, gue bisa gila tinggal di sarang singa,” gumam Ify.

“Pasti gara-gara Via, kan?” tanya Rio.

“Itu lo tahu! Gak usah nanya!”

“Haha, iya iya,” kata Rio.

Kemudian Rio mencium bau yang sangat menyengat, Rio mengendus-endus (?) mencari sumber bau tersebut, dan ternyata bau itu berasal dari Ify. Rio langsung menjepit hidungnya dengan kedua jarinya.

“Anjrit! Nyengat banget bau lu! Pake apaan sih? Minyak nyong-nyong??” tanya Rio.

“Gue pake parfum setengah botol, gak sempet mandi, gue ke kamar mandi cuma gosok gigi doang, gara-gara nenek blangsak tuh!” keluh Ify.

“Gila! Jorok banget lo akh! Emang kenapa sih sampe gak sempet mandi?”

“Lo bayangin deh, dalam waktu sepuluh menit gue harus siap-siap, belom gue jemur kasur!”

“Lah? Itu kenapa lagi jemur kasur?”

“Gue disiram sama diaaa!!!”

“Bhahaha, gila asrama cewek neraka banget!” kata Rio sambil tertawa ngakak.

“Gak usah ketawa lo! Gue sumpel mulut lo pake sepatu butut lo itu!”

“Sepatu butut, asal ngomong aja lo, sepatu baru nih!” keluh Rio.

“Pagi, Yo!” sapa Alvin yang tiba-tiba langsung merangkul Rio.

“Pagi, Vin!”

Amarah Ify pun mereda begitu melihat kedatangan Alvin. Hawa yang tadinya panas di sekitar Ify, tiba-tiba menjadi dingin begitu melihat pemandangan yang sangat menyejukkan.

“Pagi, Kakak ganteng!” sapa Ify malu-malu.

“Pagi juga, adik cantik!” balas Alvin sambil tertawa.

“Cantik apanya? Blangsak iya!”

Ify langsung menoyor kepala Rio dengan keras.

“Dia adek lo, Yo. Haha, gitu ya pas punya adek baru, langsung lo tindas,” celetuk Alvin.

“Gak bakal dia tindas gue, Kak. Gue yang bakal tindas Kak Rio,” kata Ify.

“Haha, ngomong-ngomong masuk kelas mana?” tanya Alvin.

“Kelas X.2, Kak,”

“Ooh, kelas X.2 lumayan deket juga sama kelas gue,”

“Emang Kakak kelas berapa?” tanya Ify.

“Kelas XI IPA 1,”

“Gue boleh dong maen kekelas lo, hehe,” kata Ify cengengesan.

“Eh, jadi orang kecentilan banget sih!?” seru Rio sambil mendorong bahu Ify.

“Apa lo? Sirik sama gue? makanya kalo jadi orang tuh yang ganteng dong!” seru Ify.

“Wah, ngajak perang nih!” seru Rio nyolot.

“Eh, kenapa jadi pada berantem sih, heran gue!”  keluh Alvin.

“Boleh kan Kak gue maen ke kelas lo?” tanya Ify.

“Boleh aja, gak ada yang ngelarang,” kata Alvin.

“Kalo dia dateng, gue bakal tempel mantra pengusir makhluk gaib,” kata Rio.

“Songong lu!” seru Ify.

“Haha, udahlah, gue sama Rio kekelas dulu ya, Fy! Jangan lupa nanti latihan,” kata Alvin.

“Sippo, Kak!”

***

Kelas X.2

“Achaaa!!! Jahat lo, akh! Kok gue gak dibangunin?” keluh Ify.

“Lo aja yang kebo, Fy! Gue udah teriak-teriakin lo, mukul panci supaya lo bangun, tetep aja lo masih nempel sama bantal!”

“Ya, Tuhan…lo tahu gak? Gue tuh disiram sama Kak Via, udah gitu disuruh jemur kasur!” seru Ify.

“Haha, makanya jangan bangun siaaang…” kata Acha sambil tertawa ngakak.

Saat mereka sedang mengobrol berdua, terdengar suara-suara anak perempuan yang sedang berebutan menyapa salah seorang teman sekelas mereka berdua.

“Pagi Devaaa!!”

“Hai, Dev!”

“Makin ganteng, Dev!”

Anak Agung Ngurah Deva Ekada Saputra, anak laki-laki keturunan dari Bali. Banyak gadis-gadis dikelas X.2 yang suka padanya.

“Kok anak-anak pada suka sama Deva ya? Deva kan dingin gitu, sok cool, sok keren,” tanya Ify.

“Mana gue tahu…pake susuk kali,” jawab Acha.

“Susuk dari Hongkong?”

“Bukan, dari Taiwan!”

“Mungkin dari matanya kali ya,” kata Ify.

“Maybe,” kata Acha.

“Halo Acha sayaaaang,” tiba-tiba seorang laki-laki mencolek dagu Acha.

“Ih, apaan sih, Zy!! Centil lo!” seru Acha sambil menimpuk Ozy dengan buku novelnya.

“Aduuh, sakit Acha!! Acha gitu ah! Malu yaa kalo ketauan pacaran sama Bang Ozy?” goda Ozy.

“Siapa yang pacaran sama lo? Pergi lo jauh-jauh!!” sembur Acha. Ozy langsung memasang wajah memelas.

“Berapa kali…kuharus nyatakan cinta…” dendang Ozy.

“Ratusan!!” celetuk Ray yang baru saja datang.

Ray adalah sahabat sehidup semati Ozy (?). Ify langsung tertawa ngakak.

“Cha, masa lo gak terima gue sih…gue udah nembak lo puluhan kali, apa kurang dari gue? ganteng iya, keren iya, apalagi yang kurang sayaaang?” tanya Ozy dengan wajah memelas.

“Kurang waras!!!” seru Acha.

Acha langsung bangkit dari tempat duduk dan pergi menuju luar kelas.

“Yah, yah tuh kan Acha pergi! Acha sayaaang!!! Yaaah, jahaat,” keluh Ozy.

“Sabar, Zy. Cinta itu butuh perjuangan,” kata Ify sambil menepuk bahu Ozy.

“Haha, elah, Fy lo gak tahu aja, dia udah nembak Acha hampir dua puluh kali kagak pernah diterima sama Acha, itu namanya bukan perjuangan, itu namanya takdir kagak diterima mulu, haha,” kata Ray.

“Haha, keren amat lo, Zy! Kagak nyerah-nyerah lo nembak Acha!” seru Ify.

“Ah, maaf!!”

Ify, Ray, dan Ozy menengok kearah luar kelas. Mereka melihat  Acha menabrak seseorang, yaitu Deva.

“Kenapa tuh?” tanya Ray.

“Kayaknya Acha nabrak Deva,” jawab Ify.

“Alaah, Deva kali yang nabrak Acha, keliatannya aja Acha nabrak Deva,” sindir Ozy.

“Su’udzan amat lu, Zy jadi orang!” kata Ray.

Ozy memeletkan lidahnya.

Sementara itu…

“Sorry Dev, gue gak sengaja, buku lo jadi jatoh berantakan,” kata Acha sambil membantu Deva untuk mengumpulkan bukunya yang jatuh berserakan.

Pandangan Acha tertuju pada sebuah buku kecil berwarna biru, sebuah album foto.

“Dev, ini album foto?” tanya Acha.

“Jangan liat!!!” Deva langsung merebutnya dari Acha.

“Ini pribadi, jadi jangan sekali-kali lo buka buku ini,” kata Deva.

“So…sori,”

Deva langsung pergi meninggalkan Acha. Acha menghela napas.

“Deva dingin banget…” gumam Acha.

***

Kantin

“Eh, Via! Minggir lo!” seru Rio.

“Apa banget sih lo? Lo aja sana yang minggir!” balas Sivia.

“Oooh, gue tahu lo mau godain Alvin, kan??” tanya Rio.

“Yeh, gue mau ngomongin soal pelantikan tau, yang gak berkepentingan pergi aja kelaut!”

“Udahlah, Vi…gak usah sampe kayak gitu,” kata Alvin.

“Vin, kita mau gimana nih pelantikannya? Mau yang kejam?” tanya Sivia.

“Gak usah kejam-kejam juga lah, Vi, kasian anak kelas X,”

“Yah, itu terserah lo, lo ketuanya, gue sih ikut aja, hehe,”

“Sok manis…” sindir Rio.

Sivia langsung menimpuk Rio dengan sendok.

“Sakit, Nyong!” Rio mengusap-usap kepalanya.

“Hai Kak Alvin!” sapa Ify.

“Hei, Fy!” balas Alvin.

“Lagi ngapain nih, Kak?” tanya Ify.

“Lo gak perlu tahu! Ini urusan gue sama Alvin!” kata Sivia memotong pembicaraan.

“Nyeh, gue kan ngomong sama Kak Alvin bukan sama lo, Kak!” keluh Ify.

“Whatever!”

Ify memanyunkan bibirnya. Ify kesal melihat Sivia yang terlalu dekat dengan Alvin. Kemudian timbul satu ide di dalam benaknya.

“Kak Viaaa…laper gak? Mau gue pesenin bakso?” tawar Ify.

“Apa lo bisa dipercaya?” tanya Sivia jutek.

“Ooh, tenang aja, gue itu baik hati, dan tidak sombong, juga rajin menabung, lo harus percaya sama gue,”

“Yaudah! Pesenin gue bakso, pake sambel dua sendok! Gak pake lama!” suruh Sivia.

“Siap!”

Ify berjalan ke tempat mang Asep, yang berjualan bakso dikantinnya. Kebetulan disana ada Acha yang sedang memesan bakso.

“He? Lo pesen bakso lagi? Emang bakso lo udah abis?” tanya Acha.

“Bukan, ini buat Kak Via. Special buat Kak Via!” seru Ify.

“Perasaan gue gak enak, ada yang gak beres, nih…” gumam Acha.

“Mang, bakso satu lagi ya!”

Setelah baksonya sudah siap, Ify mengambil tempat sambal dan memasukkan sambel di bakso Sivia. Bukan dua sendok, tapi…tujuh sendok sambal.

“Ify! Banyak banget!!” seru Acha.

“Ini kan kejutan buat Kak Via…” bisik Ify.

“Kalo lo dihukum sama dia, gue gak mau tahu,” kata Acha sambil membawa mangkuk bakso ke meja yang kosong.

Sambil membawa semangkuk bakso buat Sivia, Ify pergi menuju meja Sivia dan Alvin sambil menyunggingkan senyum manisnya.

“Ini buat Kak Sivia yang cantik,” Ify menaruh mangkuknya di atas meja.

“Udah dibayar belom?” tanya Sivia.

“Udah sama gue, lo gak perlu bayar lagi! Gratis, sebagai permintaan maaf gue buat tadi pagi yang udah nimpuk lo pake sendal gue, hehe,” kata Ify sambil nyengir.

“Bagus, bagus…” kata Sivia sambil mengambil sendok.

“Kak Via, gue balik kekelas dulu ya, mau ngumpulin tugas, dadaaah Kak Via, dadaaah Kak Alvin!”

“Hmm,”  gumam Sivia.

“Daah, jangan lupa ntar latihan!” ujar Alvin.

“Sip!”

Ify langsung kabur dan bersembunyi tak jauh dari meja Sivia. Ify mengintip dari balik tembok untuk melihat reaksi Sivia yang timbul saat memakan baksonya. Ify bersiap-siap untuk menghitung dari satu sampai tiga.

“Satu…dua…”

“PEDEEEESSSS!!!!” Teriak Sivia.

“Tiga! Kabuur!!” seru Ify yang langsung kabur entah kemana, untuk menghindar dari kemarahan Sivia.

“IFYYY!!!!!”

“Vi, jangan teriak-teriakkan ah! Nih minum!” kata Alvin yang panik.

“Alvin!! Lo mau ngerjain guee!! Ini botol sambeel!!”

“Eh, iya!! Maaf, maaf!!”

“Mampus lo, Vi! Dikerjain adek gue, haha,” Rio tertawa ngakak.

“Berisik lo!!” seru Sivia

***

Asrama

SREEK…SREEK…

“Kagak bisa diatur sih lo, Fy! Makanya dihukum, kan?” keluh Acha yang berdiri didepan pintu kamar mandi.

“Berisik ah, gue kan mau ngerjain dia,” gerutu Ify sambil mengucek-ngucek baju milik Sivia di baskom.

Saat ini Ify sedang dikamar mandi dan dihukum, Ify dihukum untuk mencuci baju Sivia tanpa bantuan mesin cuci. Ify harus bekerja secara manual. Wajahnya saat ini sudah belepotan busa.

“Lama banget sih, nyuci doang!!!” seru Sivia.

“Berisik! Gue kan gak pernah nyuci manual! Emang lo suka nyuci baju dikali?” tanya Ify nyolot.

“Songong banget lo! Gak usah pake banyak omong! Kalo nggak gue bakal cuci mulut pake sabun colek!”

“Gue gak takut!” seru Ify.

“Acha! Awas lo bantuin Ify!” ancam Sivia.

“Iya, Kak,” ucap Acha.

Setelah Sivia pergi, Acha menghampiri Ify.

“Fy, mau gue bilangin Kak Alvin kalo lo gak ikut latihan?” tanya Acha.

“Gak usah! Sepuluh menit lagi selesai!” kata Ify.

“Yaudah gue ke kamar dulu ya,” ujar Acha.

“Ya,” kata Ify.

Ify menyelesaikan cuciannya, dan setelah itu langsung pergi ke taman untuk latihan karate.

Taman

“Kak Alvin, maaf gue telat,” kata Ify dengan napas terengah-engah, akibat berlari dari asrama menuju taman.

“Ya, gak papa, emang kenapa? Ketiduran?”

“Boro-boro tidur, dihukum gue sama Kak Via!”

“Haha, untung latihan belom mulai, cepetan kesana,” suruh Alvin.

Sebelum latihan dimulai, Ify berkumpul dengan anggota karate yang perempuan. Saat sedang mengobrol dengan anggota lain, Sivia langsung menegur Ify.

“Heh, Ify! Cuciannya udah selesai belom?” tanya Sivia jutek.

“Udah! Udah gue jemur malah!” jawab Ify.

“Eh, nyolot banget sih! Pokoknya ntar kalo udah kering lo langsung setrikain baju gue!” suruh Sivia.

“Dih, apa banget sih lo!? Perjanjiannya kan cuma nyuci sama jemur doang!” seru Ify.

“Perjanjiannya udah kadaluarsa! Perjanjian yang baru, lo harus nyuci secara manual, jemur, terus setrikain baju gue selama tiga hari! sebagai permintaan maaf lo sama gue!” Sivia pergi menuju teman-temannya.

“Dasar singa gunung!” gerutu Ify.

“Fy, sumpah lo keren abis! Baru kali ini ada yang berani sama Kak Via!” puji Irva.

“Ahelah, udah sering gue disekolah dulu berantem sama orang-orang macem Kak Via!” kata Ify.

“Haha, keren deh buat lo!” kata Oik.

Ify hanya tertawa, kemudian dua orang memanggilnya dari kejauhan.

“Ify!!!”

Ify menengok kesamping. Dea dan Zevana, anggota jurnalistik menghampiri Ify dengan wajah yang berseri-seri.

“Ze, kayaknya kita dapet berita hot nih!” seru Dea sambil memotret wajah Ify. Ify mengangkat alis.

“Hot abis! Dari penembakan Daud ke Angel!”

“Maksud Kak Dea sama Kak Zevana apaan sih?” tanya Ify heran.

“Gue pengen ngewawancarai lo tentang pertengkaran lo dengan Sivia,” kata Zevana yang sudah bersiap-siap dengan pulpennya.

“Kontroversi di Veritas nih!”

“Ceritain laah!” seru Zevana.

“Tapi kalo Kak Via marah, lo berdua yang nanggung semua!”

“Oke deh!” seru Dea.

Ify mennghela napas dan kemudian langsung bercerita panjang lebar dengan Zevana tentang pertengkaran Ify dan Sivia. Tentu saja wajah Zevana berseri-seri, karena dia mendapat berita panas.

“Makasih ya, Ify sayaaang!! Liat aja beritanya besok! Dea, kumpulin anak-anak jurnalistik!” suruh Zevana.

“Roger!!”

***


Besoknya di XI IPA 2 (kelas Sivia)

Sivia langsung meremas-remas Koran yang ada ditangannya dengan wajah penuh amarah.

“Judulnya keren banget!!”

“ ‘Pawang Singa VS Singa Gunung’ Zeva sama Dea top abis!”

Sivia melotot kearah teman-temannya yang sedang membaca Koran sekolah yang dijual oleh anggota Jurnalistik. Semua anak langsung terdiam dan menaruh korannya di atas meja. Sivia langsung mencari-cari Zevana dan Dea keseluruh penjuru sekolah.

Sivia melihat mereka berdua yang mengitari kawasan sekolah untuk mempromosikan korannya.

“Berita panas! Berita panas!! Alyssa X.2 versus Sivia XI IPA 1!! Berita panas, berita panas!!” seru Zevana dengan suara beratnya.

“Zevanaa!!! Deaaa!!!” Teriak Sivia.

Begitu Zevana dan Dea melihat wajah Sivia yang memancarkan aura neraka (?), wajah mereka langsung pucat dan berkeringat.

“KABUUUR!!!” Teriak mereka berdua.

“KYAAAA!!! DASAR ORANG GAK GUNAA!!!” Teriak Sivia sambil menghentakan kaki ke tanah.

***

“Dasar Kak Zeva sama Kak Dea! Gara-gara beritanya di lebay-in, hukuman gue jadi ditambahin! Jadi dua minggu!!” gerutu Ify sambil mengambil jemuran yang baru saja kering.

“Elah, nih orang ganti baju berapa kali sehari sih? Banyak banget!!” tambahnya.

“Mau gue bantuin?”

Ify menengok kebelakang. Alvin sudah ada di belakang Ify sambil tersenyum.

“Eh, Kak Alvin…hehe,”

“Sini gue bantuin, kayaknya lo lagi kesusahan,” kata Alvin.

“Ng…nggak usah, nanti gue dimarahin sama Kak Via kalo ketauan dibantuin lo,” cegah Ify.

“Gak papa, ntar gue yang ngomong, lo tenang aja, Via gak bakal berkutik sama gue,” ujar Alvin sambil membantu Ify mengambil jemuran baju Sivia (untung aja gak ada pakaian dalam *frontal* -.-‘v).

“Kok bisa?” tanya Ify.

“Via itu temen masa kecil gue, dia tuh daridulu deket banget sama gue, sampe-sampe gak mau yang namanya jauh sama gue, apalagi kalo tahu gue pacaran sama cewek, bisa digorok kali gue, haha…”celetuk Alvin.

Ify tersenyum.

“Jadi Kak Alvin belom punya pacar sama sekali daridulu?” tanya Ify.

“Jujur, gue belom punya pacar, gue kasian sama yang jadi cewek gue nanti…hehe,” kata Alvin.

“Kasian amat sih, Kak…” gumam Ify.

“Sebelum Via punya pacar, sampai kapanpun gue gak bakal punya pacar mungkin,” gumam Alvin.

“Kakak belom pacaran emang karena terjebak sama si singa gunung itu, atau emang juga faktor Kakak belom ada yang Kakak sukain?”

“Sebenarnya belom ada yang gue sukain, Fy. Belom ada yang nyangkut, hehe,”

“Ooh, eh iya Kak, makasih ya udah bantuin gue,” ucap Ify.

“Sip, sama-sama, Fy. Gue ke asrama dulu ya,” kata Alvin.

***

Malam hari

“Dasar Pak Anto, ngasih tugas kagak kira-kira, lama-lama gue laporin ke Bapak gue! supaya dihukum bersihin sekolah,” gerutu Rio sambil membawa buku pelajaran matematika menuju perpustakaan pada pukul jam setengah Sembilan malam. Kebetulan perpustakaan tersebut buka selama 24 jam (?) untuk siswa/i yang mau mengerjakan tugas pada malam hari.

Begitu Rio masuk ke perpustakaan, Rio melihat seorang gadis yang dia kenal sedang duduk sambil mengetik di laptopnya.

“Via?”

Sivia menengok.

“Ngapain lo kesini?” tanya Sivia nyolot.

“Eh, biasa aja dong ngomongnya! Gue mau ngerjain tugas Pak Anton, lo sendiri ngapain disini?” tanya Rio sambil menarik kursi yang ada disebelah kursi Sivia dan duduk disebelahnya.

“Gue ngerjain makalah biologi,” jawab Sivia.

“Mau gue bantuin?” tawar Rio.

“Gak usah! Gue bisa sendiri!”

“Yaah, terserah sih, niat gue kan baik,” kata Rio sambil membuka buku pelajarannya.

Sivia berpikir sejenak. Sebenarnya daritadi Sivia sedang kebingungan dengan makalahnya.

“Yo…” panggil Sivia.

“Hm?”

“Kalo lo bantuin gue? tugas lo gimana?” tanya Sivia.

“Tugas gue mah gampang, lagian tinggal sepuluh nomor lagi,” kata Rio enteng.

“Ih, belagu lo!” seru Sivia.

“Mau dibantuin ato nggak, nih?” tanya Rio.

“Iya, iya, bantuin gue!” jawab Sivia.

Sivia menaruh laptopnya didepan Rio. Rio mulai mengerjakan makalah Sivia, sambil menerangkan tentang materinya, karena Sivia masih belum mengerti dengan materi yang dia dapat.

Selama satu jam Rio masih berkoar-koar menerangkan materi.

“Hormon yang dihasilkan ini berfungsi untuk…” kalimat Rio terhenti begitu melihat gadis yang ada disebelahnya itu tertidur pulas.

Rio menghela napas.

“Ternyata monster bisa tidur juga yaa…” sindir Rio.

Rio memandang Sivia yang tertidur. Sepertinya sangat kelelahan, pikir Rio. Rio hanya tersenyum dan mengelus puncak kepala Sivia.

Rio melepas jaketnya dan ditaruh diatas badan Sivia agar Sivia tidak kedinginan. Rio meneruskan makalah biologi Sivia dan mengerjakan tugas matematikanya.

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar